KRL Jogja Solo Ungkit Ekonomi Aglomerasi

MONITORDAY.COM - Momentum 1 Maret mengungatkan bangsa ini pada peristiwa heroik Serangan Umum di Yogyakarta. Senafas dengan semangat juang para pahlawan, Presiden Joko Widodo meresmikan pengoperasian Kereta Rel Listrik (KRL) Lintas Yogyakarta-Solo. Acara peresmian tersebut berlangsung di Stasiun Tugu Yogyakarta dan merupakan bagian dari rangkaian kunjungan kerja Presiden ke Daerah Istimewa Yogyakarta.
Merdeka dari kendala transportasi, merdeka dari polusi. Kehadiran KRL tersebut selain meningkatkan aksesibilitas dan kemudahan bertransportasi serta memberikan nilai tambah ekonomi bagi warga sekitar, juga akan mengurangi tingkat polusi udara. Hal itu disebabkan oleh peralihan dari kereta rel diesel (KRD) berbahan bakar solar menjadi kereta rel listrik yang mendapatkan pasokan tenaga listrik melalui infrastruktur listrik aliran atas di sepanjang jalur rel listrik.
Elektrifikasi tak hanya menjadi wacana pada moda kendaraan roda dua dan roda empat. Beroperasinya rute Kereta Rel Listrik Yogyakarta-Solo tersebut merupakan hasil dari kegiatan elektrifikasi jalur kereta api lintas Yogyakarta-Solo yang merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional. Lintasan tersebut dimulai dari Stasiun Tugu Yogyakarta dan berakhir di Stasiun Solo Balapan dengan 11 stasiun pemberhentian dan memiliki panjang lintasan keseluruhan kurang lebih 60 kilometer.
Presiden berharap agar hadirnya KRL lintas Yogyakarta-Solo tersebut dapat semakin meningkatkan kualitas pelayanan transportasi massal kepada para pengguna sekaligus meningkatkan sektor pariwisata dan perekonomian daerah.
Sementara itu Dirjen Perkeretaapian Kemenhub Zulfikri mengatakan wilayah Yogyakarta dan Solo menjadi wilayah aglomerasi dengan populasi penduduk hampir 10 juta. Potensinya berasal dari para mahasiswa hingga wisata yang menjadikannya sebagai kota aglomerasi.
Menurutnya dengan karakteristik tersebut, KRL Yogyakarta–Solo memiliki tingkat permintaan yang cukup bagi penduduknya untuk menggunakan transportasi tersebut. Kemudian, alasan teknis yakni kedua wilayah ini sudah memiliki jalur ganda yang bisa dimanfaatkan karena kapasitasnya masih besar. “Selain itu kapasitas finansial pemerintah juga memang terbatas sehingga satu per satu dulu dengan Yogyakarta–Solo menyusul daerah lainnya,” ujarnya, Selasa (19/1/2021).
Zulfikri mengatakan pada tahap awal elektrifikasi relasi ini, akan memanfaatkan frekuensi yang lebih dulu ada yakni dengan KA prameks untuk diganti kereta listrik. Selain itu perubahan juga dilakukan untuk sistem tiket secara elektronik. Baca Juga : CVR Sriwijaya Air SJ-182 Belum Ditemukan, Menhub: Insha Allah Dia menuturkan selama masa operasinya hingga kini, Prameks telah mengalami perpanjangan jalur hingga Kutoarjo.
Selain itu dengan tarif terjangkau, hasil studi Kemenhub memproyeksikan adanya peningkatan penumpang yang signifikan sepanjang tahunnya. Bahkan sebelum membangun KRL relasi ini, potensi penumpang pada 2021 mencapai 6 juta dan hingga 2035 mencapai 26 juta. Dengan demikian, harapnya, KRL ini akan melayani penumpang tak hanya dari yang sebelumnya berasal dari prameks tetapi juga mampu menampung bangkitan baru dari pertumbuhan wisata di kedua wilayah tersebut.