Kena Tipu, IRT di Bandung Malah Terancam Dipenjara

Kena Tipu, IRT di Bandung Malah Terancam Dipenjara
Diana korban EDCCash saat di PN Kelas 1A Bekasi, Rabu (3/11/2021). Seorang ibu rumah tangga atau IRT jadi korban penipuan investasi kripto, harta ludes hingga sempat diancam bunuh (Dok: tribunnews)

MONITORDAY.COM - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) akan mengevaluasi dan menghentikan Rektor Institut Teknologi Kalimantan Prof Budi Santoso Purwokartiko dari penugasannya sebagai reviewer program Dikti maupun LPDP. Ini menyusul tulisannya di media sosial yang memuat dugaan rasisme tersebut.

eorang IRT ibu rumah tangga di Bandung, Meli Mulyati menjadi korban penipuan dan terancam dipenjara.

IRT yang menjadi tulang punggung keluarga tersebut informasinya akan segera dieksekusi ke penjara karena dinyatakan bersalah.

Meli yang tinggal di Rancaekek, Kabupaten Bandung itu menilai proses hukum yang dialaminya sangat tidak adil.

Ia pun memperjuangkan nasibnya agar tak dipenjara karena merasa tidak bersalah. Meli menempuh cara memohon perlindungan hukum kepada Presiden RI Jokowi dan Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin.

Surat permohonan perlindungan hukum itu sudah disampaikan Meli melalui Sekretaris Negara.

"Bahwa pada tanggal 10 Januari 2022 saya mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung RI, dengan Register Perkara Nomor : I/Akta /Pid.PK/2022/PN.Bdg. tetapi sampai saat ini belum di proses oleh Mahkamah Agung," ungkapnya.

"Saya melakukan perlindungan hukum ke Presiden dan Wapres, agar proses di tingkat Peninjauan Kembali ini tidak terjadi lagi kejanggalan sehingga putusannya benar-benar adil dan saya Meli Mulyati menemukan kembali keadilan," lanjut Meli.

Lebih jauh Meli menyebutkan, berkas dokumen sudah diterima oleh Sekertariat Negara dan Satwapres tertanggal 27 April 2022. Berkas untuk tembusan sudah diterima di Kantor Mahkamah Agung RI, Komisi Pemberantasan Korupsi RI, dan di Komisi Yudisial RI tertanggal 28 April 2022.

"Dengan memohon perlindungan hukum, besar harapan saya untuk mendapatkan putusan yang seadil-adilnya, karena saya adalah tulang punggung keluarga yang memiliki dua orang putra, dan satu orang putri yang masih harus mendapatkan perhatian penuh dari seorang ibu. Terlebih lagi anak putri saya memiliki kendala kesehatan sehingga harus menjalankan perawatan dan pemeriksaan rutin yang harus saya dampingi," terang Meli seperti tertulis dalam surat permohonan perlindungan hukum ke presiden tersebut.

Meli menceritakan mengenai ketidakadilan yang didapatnya selama ini.

Menurutnya, pada awal tahun 2019 di tawarkan pekerjaan oleh Ramandhita Puti Purnamasari (Puti) dan Tara Hendra Poerwa Lesmana terkait pekerjaan iklan sosialisasi Pilpres dan pekerjaan Desa Sayati Bandung.

"Keduanya datang dengan memperlihatkan foto copy SPK yang dibawa oleh Puti dan diperlihatkan kepada saya serta diinformasikan dari Puti bahwa pekerjaan tersebut sudah di menangkan oleh PT. Cipta Arthama Digital," tutur Meli.

Setelah membaca SPK tersebut, Meli tertarik dengan pekerjaan yang ditawarkan oleh Puti. Apalagi pada saat itu Puti bekerja sebagai karyawan di salah satu radio di Kota Bandung sehingga Meli menaruh kepercayaan kepada Puti.

"Akhirnya saya memutuskan untuk menyimpan modal pada pekerjaan yang di tawarkan tersebut," ujarnya.

Karena nilai modal yang dibutuhkan untuk pekerjaan tersebut cukup besar, akhirnya Meli mencoba menginformasikan dan menawarkan kepada teman sesama investor Maman Suparman.

Terjalinlah pertemuan antara dia, pihak PT. CAD (Ramandhita Puti Purnama sari &Tara Poerwa Hendra Lesmana).

Di kediaman Maman Suparman, pada saat itu Puti menjabarkan pekerjaan tersebut. Kemudian Maman Suparman menyetujui ikut memberikan dana untuk modal pada pekerjaan tersebut.

Menurut Meli, Maman Suparman mengetahui pekerjaan proyek tersebut yang mengerjakannya adalah pihak ketiga, yaitu PT.CAD, perusahaan milik Puti.

Untuk menjalankan proyek tersebut dibuatlah surat perjanjian antara Meli dengan Puti dan surat perjanjian antara Meli dengan Maman Suparman.

Seiring berjalan waktu pembayaran, ternyata PT. CAD (Puti) tidak dapat mengembalikan uangnya kepada tepat waktu dengan alasan dana terpakai oleh Puti dan digunakan untuk kepentingan pribadi Puti.

"Sehingga tanggal pengembalian modal tidak sesuai dengan perjanjian yang dilakukan oleh PT CAD (Puti), akhirnya saya curiga adanya kejanggalan dan kemudian saya menanyakan kepada klien terkait pembayaran pekerjaan yang di maksud, setelah saya telusuri ke KPU Jabar ternyata pekerjaan yang di tawarkan oleh Puti kepada saya SPK palsu," katanya.

Perlu diketahui dalam proyek pekerjaan itu selain dana dari Maman Suparman, Meli pun memberikan dana dalam proyek tersebut.

“Setelah mengetahui stasus SPK tersebut palsu saya dan Maman Suparman mencoba menyelesaikan terlebih dahulu dengan cara kekeluargaan," katanya.

Lalu dibuatlah Surat Pernyataan pengembalian uang oleh Maman Suparnan tertanggal 8 Juli 2019 yang ditandatangani oleh Puti dan Tara yang disaksikan oleh Maman Suparman.

Surat ituisinya menyatakan Puti dan Tara akan mengembalikan uang sesuai perpanjangan jatuh tempo yang diberikan, tetapi tidak berhasil dan tidak dilaksanakan oleh mereka.

Akhirnya perkara ini dibawa ke ranah hukum, dan melaporkan kejadian ini ke Polda Jabar.

"Tapi anehnya yang dilaporkan adalah saya dengan alasan Maman merasa saya yang memperkenalkan, sementara posisi saya pada saat itu juga adalah korban dari PT. CAD," ujarnya.
.
“Karena saya tidak terima kalau saya dilaporkan akhirnya saya melaporkan kejadian penipuan yang dilakukan oleh Puti ke Polrestabes Kota Bandung akan tetapi laporan saya sampai saat ini tidak ditindaklanjuti," ujarnya menambahkan.

Sampai akhirnya berkas di Polda dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Bandung yang tidak lama kemudian disidangkan oleh Pengadilan Negeri Bandung.

“Pada tanggal 22 Desember 2020 perkara saya diputus oleh Pengadilan Negeri Bandung yang dalam putusannya saya dinyatakan tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana dan divonis Bebas oleh Majelis Hakim. Sedangkan pelaku Ramandhita Puti purnamasari dan suaminya Tara Poerwa Hendra Lesmana terbukti bersalah dan divonis 2 tahun 6 bulan penjara,” ujarnya.