Kapus AKN BK DPR Ungkap Problematika dan Solusi Pulihkan Ekonomi Nasional Akibat Pandemi

Kapus AKN BK DPR Ungkap Problematika dan Solusi Pulihkan Ekonomi Nasional Akibat Pandemi
Kepala Pusat Akuntabilitas Keuangan Negara Badan Keahlian  Sekretaris Jenderal DPR-RI, Helmizar (Foto: PKAKN DPR-Monitorday)

MONITORDAY.COM - Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara (AKN) Badan Keahlian  Sekretaris Jenderal (BK Sejtjen DPR) , Helmizar  mengatakan problematika dari pandemi tidak hanya sekedar kesehatan tapi juga pukulan terhadap kondisi ekonomi nasional.

Upaya pemerintah melakukan pembatasan sosial sudah tepat. Namun, berimbas pada kontraksi ekonomi sehingga terjadinya pengurangan proses produksi dan lemahnya konsumsi masyarakat . 

Kendati demikian, kontraksi ekonomi yang terjadi di Indonesia tergolong moderat.

Hal ini disampaiakn oleh Kepala Pusat AKN BK Sejtjen DPR-RI, Helmizar, saat menjadi pembIcara utama di Semarak Keilmuan Webinar Nasional dan Diskusi Publik dengan tema Generasi Emas Bangsa Sebagai Katalisator Pemulihan di Indonsia yang dinisiasi oleh Universitas Gunung Jati (UGJ) Cirebon, yang juga menghadirkan pembicara lainnya seperti Eti Herawati (Wakil Wali Kota CireboN), milenial berprestasi seperti Fajri Ramadhan (Analis APBN Pusat Kajian AKN DPR RI) dan Esther Natalia (CEO & Founder Produktifkury), Sabtu (12/6/2021).

Helmizar mengatakan bahwa moderatnya ekonomi Indonesia di masa pandemi dapat dibuktikan dari data teranyar dari Kemenkeu perihal potret ekonomi sejumlah Negara Asean.

Dimana, pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2021 terkontraksi minus 2,1%, masih tahap normal. Jauh dibandingkan dengan filipiana, yakni minus 9,5%.

Sambung Helmizar, begitupun dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi. Bank Dunia mencatat di tahun 2020, Indonesia mengalamai kontraksi minus 2,2 % dan diprediksi pada tahun 2021, ada perbaikan menjadi 4,4 %,  ADB di tahun 2021, Indonesia di angka minus 2,1 % dan di 2021 naik di level 4,5 %. Selanjutnya, IMF juga menyoroti pertumbuhan ekonomi, dimana Indonesia di 2020 pada  minus 1,9% dan di 2021 naik di 4,8%. 

Helmizar juga menyoroti ketidaktercapaian indikator kesejahteraan nasional. Sebelum pandemi, terdapat tren penurunan tingkat pengangguran terbuka (TPT), persentase penduduk miskin dan rasio gini.

Namun seluruh indikator ini kembali mengalami peningkatan akibat pandemi di tahun 2020. Yang paling dirasakan adalah indikator TPT yang meningkat signifikan melebihi pada tahun 2015. Karenanya, perlu dilakukan bauran kebijakan untuk meredam peningkatan TPT, kemisikinan dan rasio gini.

Lebih lanjut, Helmizar mengungkapkan langkah bauran Pemerintah menghadapi pandemi bertumpu pada sejumlah faktor penting dibawah ini.

Pertama, pemerintah beranggapan bahwa jika kesehatan masyarakat terjaga maka roda ekonomi pun bisa berjalan. Untuk itu, alokasi anggaran kesehatan disediakan sebesar Rp. 63,51 T di 2020 dan naik menjadi Rp. 173,3 T di tahun 2021. Rasio anggaran diperuntukan untuk vaksinasi dan diagnostik.

Kedua, pemerintah juga tidak memungkiri bahwa banyak masyarakat Indonesia yang masih berada di bawah garis kemiskinan dan merekalah yang paling merasakan imbas dari pandemi ini, sehingga perlindungan sosial juga menjadi agenda penting untuk diimplementasikan. 

Alokasi anggaran pun berkisar pada Rp. 220,39 T di 2020 dan meningkat menjadi Rp. 150,21 T di tahun 2021. Jumlah anggaran ini diproyeksikan untuk PKH, BLT Dana Desa dan Bansos Tunai.

Ketiga, luasnya wilayah Indonesia dari sabang hingga merauke juga menjadi perhatian pemerintah. Adanya pandemi, sejumlah daerah terpencil di Indonesia juga ikut terkena dampaknya.  Maka dari itu, pemerintah perlu menganggarkan dana untuk program prioritas.

Dana sebesar Rp. 66,59 T di tahun 2020 dan meningkat di tahun 2021 sebesar Rp. 123,8 T, yang peruntukannya antara lain untuk food estate dan pinjaman ke daerah.

Keempat, kelompok yang mampu bertahan di masa pandemi ini hanya UMKM dan Koperasi. UMKM mampu memberikan dampak secara langsung terhadap kehidupan masyarakat di sektor bawah. 

Peran UMKM sangat penting karena menjadi sarana mengentaskan masyarakat kecil dari jurang kemiskinan. Angka penyerapan tenaga kerja oleh UMKM juga sangat tinggi. 

" Misalnya warung makan, warung kopi dan usaha kecil lainnya bisa menyerap banyak tenaga kerja. Inilah fakta penting yang menjadi perhatian pemerintah," jelas Helmizar. 

Namun, hantaman pandemi yang kuat membuat kelompok ini pun terjungkal. Padahal, kelompok ini benteng terakhir pelaku usaha yang mampu menyelamatkan ekonomi nasional.

Pemerintah pun mengalokasikan anggaran sebesar Rp. 173,17 T di 2020 dan naik menjadi Rp. 187,17 T di 2021, yang difokuskan pada BPUM dan subsidi KUR dan non-KUR.

Kelima, Insentif usaha, yang mana anggarannya mencapai Rp. 56,12 T di 2020 dan naik menjadi Rp. 53,86 T di 2021, yang digenjot untuk bea masuk dan berbagai insentif perpajakan.

Helmizar pun berharap agar kelima langkah ini bisa memulihkan ekonomi nasioanal yang sudah terseok-seok akibat pandemi.