Jayabaya, Raja yang Visioner?

Jangka Jayabaya itu ramalan atau visi seorang pemimpin?

Jayabaya, Raja yang Visioner?
ilustrasi jayabaya

LAKBAN- Jangka Jayabaya atau Ramalan Jayabaya berpengaruh kuat dalam masyarakat Jawa. Terlepas dari benarkah itu ramalan atau ajaran yang berisi peringatan moral. Atau benarkah ramalan itu memang terucap dari Sang Maharaja? Karena Mpu Sedah dan Mpu Panuluh yang hidup pada masanya tak menyebutkan istilah Jangka Jayabaya.

Masyarakat Jawa menjadikan Jangka Jayabaya sebagai referensi penting. Yang paling menarik ketika menyikapi pergantian kekuasaan. Kedatangan balatentara Dai Nippon (Kekaisaran Jepang) yang disimbolkan dalam ramalan Jayabaya sebagai ‘bangsa kate’ yang berkuling kuning dan bertubuh pendek menjadi salah satu buktinya. Mereka disambut sebagai pembebas dari kekuasaan kolonial Belanda.

Kepemimpinan nasional yang akan dipegang orang dengan inisial No-to-no-go-ro juga sering menjadi perbincangan publik hingga kini. Menurut mereka yang meyakini, saat ini kita baru menemukan Notono, yakni dan nama belakang Presiden Soekarno, Soeharto dan Susilo Bambang Yudhoyono.  Joko Widodo tidak termasuk dalam ramalan ini. Namun bukan tidak mungkin kelak Ganjar Pranowo atau Gatot Nurmantyo akan menggenapinya.

Menarik ya? Mungkin saja Jayabaya adalah seorang raja yang memiliki visi jauh ke depan. Maka Jangka Jayabaya bukanlah ramalan profetik atau nubuah kepemimpinan dan kekuasaan. Jangka Jayabaya lebih menunjukkan filosofi budaya lokal dalam mengantisipasi keadaan yang pada saat itu sudah menunjukkan gejala yang memprihatinkan.

Ramalan tentang keterpecahan Pulau Jawa dan banyaknya hujan salah musim bukan tidak mungkin adalah prediksi tentang kerusakan lingkungan akibat pemanasan global. Ramalan tentang seks bebas juga bersandarpada gejala sosial yang sudah muncul sejak saat itu.

Sementara ramalan lain bisa ditafsirkan sebagai visi Jayabaya tentang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam Jangka Jayabaya disebutkan bahwa besok kalau sudah ada kereta berjalan tanpa kuda, tanah Jawa berkalung besi - artinya adanya kereta api, perahu berjalan di atas angkasa - artinya terciptanya pesawat terbang. Sungai hilang kedungnya artinya kehilangan sumber air dan ini sudah terbukti. Perkembangan otomotif, kereta api dengan jaringan rel kereta apinya, hingga terknologi dirgantara. Sungai kehilangan kedung karena air sudah dikomersialisasi. Dan pasar kehilangan gemanya karena munculnya e-commerce.  

Siapakah Jayabaya? Maharaja Jayabaya adalah raja Kediri yang memerintah sekitar tahun 1135-1157 M. Nama gelar lengkapnya adalah Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya Sri Warmeswara Madhusudana Awataranindita Suhtrisingha Parakrama Uttunggadewa.

Dari prasasti Hantang dapat diketahui kalau Jayabaya adalah raja yang berhasil mengalahkan Janggala dan mempersatukannya kembali dengan Kediri.Nama besar Jayabaya tercatat dalam ingatan masyarakat Jawa, sehingga namanya muncul dalam kesusastraan Jawa zaman Mataram Islam atau sesudahnya sebagai Prabu Jayabaya.

Kembali ke bukti sejarah. Naskah yang terkait dengan Jangka Jayabaya yang dikenal sekarang ini adalah gubahan dari Kitab Musarar, yang sebenarnya untuk menyebut "Kitab Asrar".  Kitab Asrar itu memuat lkhtisar (ringkasan) riwayat negara Jawa, yaitu gambaran gilir bergantinya negara sejak zaman purbakala hingga jatuhnya Majapahit.

Pengarang Kitab Asrar adalah Sunan Giri ke-3 atau Sunan Giri Perapen yang memimpin di masa peralihan kekuasaan Mataram Hindu ke Mataram Islam. Jauh setelah masa kekuasaan Jayabaya. Berabad-abad ramalan itu dituturkan dalam tradisi lisan.