Investasi Bodong dan Rendahnya Literasi Keuangan
Praktik investasi seringkali jadi jalan pintas bagi banyak orang untuk meraup keuntungan ekonomi. Janji segunung dan nir usaha, jadi pilihan menarik. Namun, fakta membuktikan jika praktik investasi yang berkembang ternyata tak kunjung membawa hasil, atau bodong.

MONITORDAY.COM – Praktik investasi seringkali jadi jalan pintas bagi banyak orang untuk meraup keuntungan ekonomi. Janji segunung dan nir usaha, jadi pilihan menarik. Namun, fakta membuktikan jika praktik investasi yang berkembang ternyata tak kunjung membawa hasil, atau bodong.
Tak dapat dimungkiri, jika kemajuan di bidang informasi dan teknologi membuat investasi model Ponzi ini kian marak dan banyak menjerat masyarakat. Apalagi pengetahuan masyarakat soal investasi sangat minim, sementara keuntungan besar begitu menggiurkan.
Terbaru, otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Satgas Waspada Investasi (SWI) kembali menemukan investasi bodong dengan nama MeMiles. Investasi ini menyeret sejumlah selebriti Ibu Kota.
Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam Lumban Tobing mengatakan, MeMiles memiliki modus yang sama seperti investasi bodong lainnya. Yaitu, memberikan iming-iming bonus yang menggiurkan. “Modusnya adalah penawaran kegiatan periklanan dengan system top up uang untuk mendapatkan bonus atau hadiah,” kata Tongam, Jum’at (10/1/2020).
Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 4 Jawa Timur memastikan investasi MeMiles tak memiliki izin Investasi bodong ini juga sudah ditutup sejak Agustus 2019. Menurut Kepala OJK Regional 4 Jatim Heru Cahyono, pihaknya telah mengeluarkan rilis tentang penutupan MeMiles.
"Sebetulnya MeMiles ini sudah ditutup ya berdasarkan press release bulan Agustus. Itu berarti kan tidak mempunyai izin. Jadi kepada masyarakat jika ada penawaran-penawaran tentunya harus dicek dulu," kata Heru di Mapolda Jatim, Jalan Ahmad Yani Surabaya, Jumat (10/1).
Heru menambahkan, pihaknya selalu mengingatkan masyarakat untuk waspada penawaran investasi uang yang memberikan hasil tak wajar. Dia menyarankan untuk cek dan ricek perusahaan investasi.
"Masyarakat harus paham kira-kira memberikan hasil yang tidak masuk akal ya sebaiknya tidak," imbuhnya.
Diperlukan upaya serius untuk menindak entitas investasi yang diperkirakan telah merugikan masyarakat hingga Rp 106 triliun sejak tahun 2007 hingga 2018 ini. Tak hanya OJK, tapi lebih banyak pihak lagi untuk memahamkan efek negative investasi yang menggunakan skema Ponzi atau piramida seperti MeMiles.
Peran para ulama dan ustadz juga penting, karena dalam agama praktik investasi seperti ini jelas tidak dibenarkan secara syariah. Karena investasi semacam itu ada dimensi judi, atau gharar. Tidak jelas apa yang diinvestasikan.
Dalam skema Ponzi, investor akan diminta untuk selalu mencari dan mendapatkan member baru. Tujuannya, agar uang yang diperoleh dari member baru tersebut bisa digunakan untuk membayar bonus para pendahulu mereka.
Pada waktunya, skema model ini akan menemukan hari kehancurannya. Apalagi bila sudah tidak ada lagi member baru yang mau berinvestasi. Kehancuran bisa lebih cepat, jika uang yang diraih dari nasabah diputar dan diinvestasikan dalam transaksi derivatif, seperti jual beli mata uang di pasar saham.
Sebetulnya, skema bisnis model Ponzi seperti ini dilarang dan illegal. Hal ini termuat dalam Undang-undang Perdagangan Nomor 7 Tahun 2004. Ancamannya adalah hukuman selama 10 tahun penjara. Cukup lama, karena potensi kerugian yang dihasilkan juga besar.