Sektor Perizinan Masih Jadi Lahan Empuk Korupsi, Pukat UGM Apresiasi Lahirnya Perpres 54/2018

Peneliti di Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum UGM, Hifdzil Alim memiliki pandangan terkait suap perizinan Meikarta. Menurutnya kasus ini dipicu oleh situasi dan kondisi perizinan sebagaimana dipotret oleh pemerintah.

Sektor Perizinan Masih Jadi Lahan Empuk Korupsi, Pukat UGM Apresiasi Lahirnya Perpres 54/2018
Proyek Meikarta/Net

MONITORDAY.COM - Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum (Pukat) UGM, Hifdzil Alim memberikan catatan khusus terkait kasus suap perizinan Meikarta yang melibatkan sejumlah pejabat di Pemda Bekasi. Menurutnya kasus ini dipicu oleh situasi dan kondisi perizinan di daerah yang masih ribet sebagaimana dipotret oleh pemerintah pusat.

Pemerintah memotret tantangan berat dalam menerapkan laku antikorupsi di sektor perizinan. Misalnya, masih banyak regulasi yang mengatur kewenangan perizinan, masih adanya instansi teknis yang belum melimpahkan kewenangan menerbitkan izin ke Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), serta masih terbatasnya pelibatan masyarakat dalam pengawasan perizinan.

Menurut Hifdzil, situasi perizinan yang masih rentan dan mudah diterobos kemudian dimanfaatkan sebagian pihak untuk mendapatkan lokasi proyek tanpa bertele-tele dan pengecekan terhadap lokasi yang akan diambil.

"Tantangan perizinan bersih, seperti regulasi yang tumpah tindih, belum satu pintunya pengurusan izin, serta minimnya keterlibatan masyarakat dalam pengawasan perizinan, adalah beberapa faktor yang memicu suap. Faktor ini yang kemungkinan menjadi penyebab Billy Sindoro berani mengalirkan uang sampai miliaran rupiah ke Bupati Bekasi dan anak buahnya," tulis Hifdzil dalam kolom opininya di Kumparan.com, pada Kamis (18/10/2018).

Ia menambahkan, setidaknya ada tiga kemungkinan penyebab suap dari sudut pandang penerima suap. Pertama, tingkat keserakahan (greedy level) pejabat yang tidak terkontrol. Kedua, renggangnya pengawasan melekat maupun pengawasan masyarakat terhadap kewenangan pejabat. Ketiga, ini yang juga membedakan antara pejabat publik eksekutif ditunjuk dan pejabat eksekutif dipilih biaya politik yang melampaui batas wajar. 

"Tidak ada makan siang gratis. Tatkala biaya politik untuk pemilihan kepala daerah melampaui batas wajar, maka duit yang sudah dikeluarkan harus dikembalikan jika ia terpilih tentunya sebagai kepala daerah," jelasnya.

Hifdzil juga memuji langkah pemerintah, penegak hukum serta masyarakat dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

"Pemerintah telah menawarkan resep pencegahannya melalui Perpres 54/2018, penegak hukum juga sudah menjalankan kewenangannya, dan masyarakat pun memiliki progresivitas yang cukup baik dalam upaya pemberantasan korupsi melalui pelaporan tak bernama. Semoga konsistensi demikian tetap terjaga demi Indonesia yang bersih dan bebas dari korupsi," tutupnya.