Indonesia Vs Thailand, Siapa Sentrum Industri Kendaraan Listrik di Asia Tenggara?

MONITORDAY.COM - Beberapa negara di Asia Tenggara tengah kompetisi untuk menjadi sentrum industri kendaraan listrik dunia.
Dalam hal ini, setidaknya ada dua negara di Asia Tenggara yang paling ambisius menjadi pusat kendaraan listrik (EV) di kawasan tersebut, yaitu Indonesia dan Thailand.
Berdasarkan survei Roland Berger, yang diterbitkan dalam studi Automotive Disruption Radar (ADR) edisi ke-10 konsultan manajemen menyebutkan, pemerintah kedua negara telah menunjukkan komitmen terhadap EV melalui kebijakan.
“Minat di antara warga negara kedua negara juga menjadi faktor,” bunyi studi tersebut seperti dikutip dari Mashable Asia, Selasa (30/11/2021).
Komitmen Pemerintah
Dalam Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP26) 2021 di Glasgow, Skotlandia, Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-o-cha menegaskan kembali tujuan negara Asia Tenggara itu untuk memungkinkan 50 persen kendaraan yang diproduksi di Thailand menjadi Zero-Emission Vehicles (ZEVs) pada akhir dekade ini.
Pada tahun 2035, negara itu bertujuan untuk mencapai 100 persen sejalan dengan target ambisius Komite Kebijakan Kendaraan Listrik Nasional pemerintah Thailand.
Maka dari itu, Thailand menggalang investor dan pebisnis yang tertarik untuk mengambil keuntungan dari kebijakan pro-EV negara tersebut.
Salah satu perusahaan elektronik Taiwan Foxconn baru-baru ini mengumumkan rencana untuk memproduksi hingga 200.000 EV di negara itu setiap tahun dalam kemitraan dengan perusahaan gas dan minyak bumi yang berbasis di Thailand, PTT Public Company Limited. Proyek ini rencananya akan dimulai antara 2023 dan 2024 mendatang.
Sedangkan, Indonesia mengumumkan strategi nasional untuk memproduksi 2,2 juta mobil listrik dan 13 juta sepeda listrik. Semuanya diproyeksikan akan memenuhi jalan-jalan Indonesia pada tahun 2030.
Adapun investor Hyundai Motor dan LG Energy Solutions menginvestasikan US$1 miliar ke lokasi manufaktur sel baterai dengan kapasitas 10 GWh di Karawang, Jawa Barat.
Atas kekayaan sumber daya bahan baku, terutama nikel, untuk membangun EV, pabrik akan membuka pintunya pada paruh pertama tahun 2024.
Lalu, Gojek dan Gogoro bermitra dengan Pertamina untuk memproduksi 250 skuter listrik di Jakarta, dengan skala akhirnya hingga 5000 unit.
“Minat dan aktivitas industri yang tajam adalah sinyal yang jelas bahwa Thailand dan Indonesia akan sangat menarik untuk ditonton dalam perjalanan mereka menuju elektrifikasi dan transformasi otomotif dan transportasi,” jelas Roland Berger South East Asia Partner, Udomkiat Bunworasate.
Dari temuan Roland Berger itu, kebanyakan orang tertarik pada EV karena lebih efisien.
Terlebih permintaan untuk EV di Indonesia meningkat karena fakta bahwa banyak orang Indonesia melakukan perjalanan jarak pendek, membuat kendaraan ini menjadi pilihan yang layak.
Sementara di Thailand, 80 persen responden menunjukkan tertarik untuk membeli EV baterai sebagai mobil mereka berikutnya. Di Indonesia, itu 75 persen. Namun, tindakan untuk lingkungan berada di urutan kedua.
Tetapi ada kekhawatiran utama dan ini terutama berkaitan dengan label harga tinggi EV dibandingkan mobil mesin pembakaran internal (ICE) yakni, mobil yang kemungkinan besar Anda kendarai sekarang.
Dengan terbatasnya ketersediaan stasiun pengisian merupakan faktor lain yang membuat banyak orang Indonesia dan Thailand mempertimbangkan kembali keputusan mereka untuk membeli EV.
Namun di sisi penawaran, pemain ekosistem EV utama seperti OEM, pemasok suku cadang, operator infrastruktur pengisian menimbang risiko investasi dan kelangsungan bisnis jangka panjang karena volume permintaan yang rendah saat ini.
“Masih banyak yang perlu dilakukan oleh pembuat kebijakan, pemangku kepentingan industri untuk bersama-sama mengatasi titik-titik rasa sakit saat ini dan menempatkan enabler yang diperlukan untuk merangsang dan mempercepat pertumbuhan EV di Indonesia,” sebut Kepala Roland Berger South East Asia Timothy Wong.