IHSG, Rupiah, dan Nasib Kalangan Bawah
Naik turunnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar Rupiah menjadi perhatian publik. Termasuk kala wabah mengganas dan berbagai pembatasan menghambat bahkan menghentikan aktivitas ekonomi.

MONITORDAY.COM - Naik turunnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar Rupiah menjadi perhatian publik. Termasuk kala wabah mengganas dan berbagai pembatasan menghambat bahkan menghentikan aktivitas ekonomi.
Tak jarang merosotnya IHSG dan nilai tukar Rupiah menjadi isu politik. Dihubungkan dengan kebijakan Pemerintah yang dianggap lamban merespon wabah berikut dampak ekonominya. Rakyat harus dibantu dengan berbagai kebijakan. Pun demikian dengan dunia usaha. Defisit APBN mengintai di depan mata dari skenario untuk tumbuh menjadi bertahan melawan dampak wabah.
Guncangan keras di sektor finansial memang mengkhawatirkan. Berpotensi terjadi efek domino. Sektor riil bisa kehabisan nafas. Karena modal tak mengalir. Daya beli merosot dan roda perekonomian tersendat.
Maka langkah yang paling cepat harus diambil diantaranya adalah bailout agar pasar tetap berdenyut dan bergairah. Manufaktur tetap berproduksi. Petani dan Nelayan tetap berproduksi. Konsumen punya uang untuk membeli barang dan jasa. Para pedagang pun tetap bisa memutar modalnya.
Pemerintah kerap kali harus mengintervensi pasar bursa dan pasar uang. Devisa negara yang tidak kecil jumlahnya digunakan untuk membeli kembali Surat Berharga Negara, melepas cadangan Dollar dan sederet langkah strategis lainnya. Yang penting tercipta stabilitas di pasar dan kepercayaan pasar tetap terjaga.
Pekan ini IHSG dan Rupiah menampakkan wajah cerahnya. Namun di luar sana gelombang PHK pertama telah berlangsung. Diperkirakan lebih dari 9 juta orang akan kehilangan pekerjaan di Indonesia. Jumlah yang sangat banyak. Jika dianggap setiap korban PHK adalah tulang punggung keluarga maka jumlah orang yang bergantung pada upah si korban PHK bisa mencapai 4 kali lipatnya.
Data dari laman resmi Bursa Efek Indonesia menyatakan IHSG pada sesi I Jumat 917/4/2020) menguat 2,9 persen atau 129,76 poin menjadi 4.610,36. Terpantau saham 256 menguat, 121 saham melemah, dan 119 saham stagnan. Nilai transaksi mencapai Rp4,2 triliun dengan volume 370.327 kali transaksi. Kapitalisasi pasar mencapai Rp5355,55 triliun, meningkat Rp150,89 triliun dari penutupan Kamis (16/4/2020) sebesar Rp5.204,66 triliun.
Investasi masuk kembali ke Bursa seiring tren positip penguatan di Bursa Asia dan Bursa Berjangka AS. Nampaknya faktor eksternal masih menjadi penentu menguatnya saham-saham lokal seperti BRI, Telkom, dan BCA. Mengingat kondisi internal perekonomian Indonesia terlihat suram akibat dampak Covid-19.
Rupiah juga tak terlalu mengkhawatirkan sebagaimana di awal wabah. Pada perdagangan Jumat (17/4/2020) sesi I pukul 11.30 WIB, akhir sesi I rupiah masih menguat 1,05 persen atau 165 poin menjadi Rp15.475 per dolar AS. Dalam waktu yang sama, indeks Dolar AS terkoreksi 0,26 persen ke level 99,766. Pelemahan Dollar AS dan pengumuman APBN 2020 menjadi sentimen positip bagi Rupiah yang kemarin melemah.
IHSG dan Nilai Tukar Rupiah tetap penting namun memikirkan program yang nyata agar rakyat kecil tetap bisa memperoleh penghasilan dan bantuan menjadi lebih penting. Padat karya, penguatan sektor-sektor strategis yang mampu menyerap tenaga kerja, penguatan kemandirian ekonomi dengan mendongkrak kemampuan sektor riil menjadi agenda yang ditunggu publik. Terutama rakyat kecil yang memeras keringat setiap hari untuk sesuap nasi.