Haedar Nashir: Agama Harus Jadi Solusi Bagi Pandemi Covid-19

MONITORDAY.COM - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan bahwa Muhammadiyah hadir sebagai gerakan Islam yang memberikan solusi. Hal ini disampaikan dalam kegiatan Refleksi 2 Tahun Pandemi Covid-19 yang diselenggarakan oleh PP. Muhammadiyah pada Selasa (28/12).
“Dalam dua tahun terakhir saat covid-19 melanda dunia termasuk negeri kita, musibah besar ini membawa berita yang besar seperti korban yang positif, di negeri kita juga banyak dialektika berbagai macam kepentingan dan pandangan yang tidak mudah untuk dicari titik temunya. Di saat menghadapi musibah, dialektika seperti ini menjadi bagian yang melekat bagi musibah itu sendiri. Ada tiga aspek yang bisa dibahas terkait covid-19, yakni agama, kesehatan dan sosial ekonomi,” ujar Haedar.
Menurut Haedar, dari aspek keagamaan, saat covid-19 kalangan umat beragama tidak mudah menegosiasikan pandangan keagamaan di tengah darurat musibah. Di kalangan kaum muslimin, saat kita berusaha menghadapi musibah dengan prokes, salah satu diantaranya berimplikasi ibadah di rumah. Sementara DNA aktifitas kaum muslimin adalah ibadah berjamaah di masjid. Mengubah ibadah dari masjid ke rumah dan dari jamaah menjadi munfarid tidaklah mudah.
“Terjadi pergulatan, dialog, tarik menarik, memerlukan proses yang panjang. Sampai ada yang berpandangan Muhammadiyah terlalu rasional atau dituduh mengikuti mazhab WHO dalam ibadah. Padahal mazhab kita adalah mazhab Rasulullah dimana saat kondisi darurat punya banyak alternatif ibadah. Kesimpulannya saat musibah pun kita harus tetap berdialog sekaligus memberikan edukasi kepada masyarakat. Agama harus menjadi solusi dalam kehidupan manusia,” tuturnya.
Haedar mengajak bahwa refleksi ke depan adalah bagaimana menghadirkan Islam sebagai Dinu Rahmah, Dinu Tanwir dan Dinu Hadharah. Agama yang menjadi rahmat, menjadi pencerahan dan agama yang menjadi landasan bagi peradaban.
“Ke depan agama tidak boleh jadi bahan pertengkaran, namun harus menjadi suluh dan pemecahan dalam berbagai kesulitan hidup,” tambahnya.
Dalam bidang kesehatan, Haedar mengatakan bahwa Muhammadiyah memiliki 175 Rumah Sakit, sejak tanggal 2 Maret 2020 kita menghadirkan bukan hanya program kesehatan yang bersifat regular, namun darurat pandemi telah mengajarkan program yang sifatnya emergency.
“Hal ini memerlukan bukan hanya manajemen kedaruratan, namun juga pada saat yang sama membuat kita sadar bahwa dunia kesehatan adala hajat hidup terpenting manusia yang titik akhirnya adalah menyelamatkan nyawa,” katanya.
Terakhir menurut Haedar pengalaman Muhammadiyah, Aisyiyah dan MCCC bahwa bangsa Indonesia di tengah pandemi atau krisis ekonomi bahwa bangsa kita mempunyai modal sosial yang hebat. Misalnya kerelawanan dan kegotongroyongan.
“Kita juga mempunyai ketangguhan dalam menanggung penderitaan. Namun tidak akan cukup tangguh jika kita tidak mengkapitalisasi modal sosial menjadi sistem kolektif yang harus direvitalisasi,” pungkasnya.