Emmanuel Macron Dukung Prinsip 'Satu Negara, Dua Sistem' di Hong Kong

Presiden mengatakan ia memantau situasi (di Hong Kong) dengan cermat dan menegaskan dukungan Prancis terhadap prinsip 'satu negara, dua sistem'.

Emmanuel Macron Dukung Prinsip 'Satu Negara, Dua Sistem' di Hong Kong
Presiden Prancis, Emmanuel Macron (Kanan) bersama Presiden China, Xi Jinping (Kiri) / Net

MONITORDAY. COM - Presiden Prancis, Emmanuel Macron memberikan pesan ke Presiden China, Xi Jinping bahwa ia memperhatikan kejadian di Hong Kong dengan cermat dan tetap mendukung pemberlakuan prinsip 'satu negara, dua sistem' di kota semi-otonom itu, demikian pernyataan Istana Kepresidenan Prancis, Elysee.

"Presiden mengatakan ia memantau situasi (di Hong Kong) dengan cermat dan menegaskan dukungan Prancis terhadap prinsip 'satu negara, dua sistem'," kata Elysee dilansir dari ANTARA, Sabtu (06/06/2020). 

Adapun, Parlemen China belum lama ini mengesahkan undang-undang keamanan baru di Hong Kong. Sejumlah aktivis demokrasi, diplomat, dan beberapa pelaku usaha, khawatir beleid itu dapat mengganggu status semi otonom Hong Kong dan perannya sebagai salah satu pusat perputaran uang dunia.

Selain itu, Undang-Undang itu juga sempat meningkatkan ketegangan antara Washington dan Beijing, serta mendorong Uni Eropa menyampaikan kekhawatiran mendalam terkait beleid baru itu pada minggu lalu.

Lebih lanjut, Pejabat Istana Kepresidenan Elysee mengatakan, Macron dan Xi membahas isu Hong Kong selama kurang lebih satu setengah jam via telepon pada Jumat (05/06/2020).

Kemudian, Elysee telah mengumumkan Macron dan Xi akan berbincang via telepon, Jumat. Namun, tak ada informasi mengenai Hong Kong.

Pernyataan dari Istana Kepresidenan Prancis mengumumkan keduanya juga membahas kemungkinan kerja sama menanggulangi pandemi Covid-19.

Macron menekankan Organisasi Kesehatan Dunia punya peran penting menghadapi Covid-19, penyakit menular yang disebabkan virus corona jenis baru (SARS-CoV-2).

Dalam kesempatan berbeda, Pemerintah Amerika Serikat menyalahkan WHO karena tidak tanggap mengendalikan krisis kesehatan akibat Covid-19.