Ekspor Produk Laut Indonesia ke Tiongkok

Salah satu berita yang viral pekan ini terkait kebijakan Tiongkok untuk melarang masuknya produk laut asal Indonesia karena kemasannya terkontaminasi Covid-19. Kementerian Kelautan dan Perikanan telah mendapatkan notifikasi dari General Administration of Customs of the People's Republic of China (GACC) pada 18 September 2020.

Ekspor Produk Laut Indonesia ke Tiongkok
ilustrasi/ net

MONDAYREVIEW.COM – Salah satu berita yang viral pekan ini terkait kebijakan Tiongkok untuk melarang masuknya produk laut asal Indonesia karena kemasannya terkontaminasi Covid-19. Kementerian Kelautan dan Perikanan telah mendapatkan notifikasi dari General Administration of Customs of the People's Republic of China (GACC) pada 18 September 2020.

Atas notifikasi tersebut, KKP melalui BKIPM telah melakukan langkah-langkah seperti berkomunikasi dengan Atase Perdagangan RI di Beijing dan berdasarkan surat GACC maka ekspor PT PI dihentikan sementara ke Tiongkok selama 7 hari terhitung sejak tanggal 18 September 2020.

Selain itu, karena kasus tersebut, maka KKP melakukan penghentian sementara pelayanan Health Certificate (HC) dengan menerbitkan Internal Suspend terhadap PT. PI dan saat ini sedang dalam proses investigasi.

Sejak tahun 2020 pihak GACC telah melakukan pengawasan dengan mengambil 500.000 sampel produk makanan termasuk produk perikanan yang masuk ke Tiongkok.

Hasilnya, telah ditemukan enam sampel yang terkontaminasi COVID-19, dimana salah satu dari enam sampel tersebut adalah ikan beku layur berasal dari Indonesia.

KKP menekankan bahwa temuan tersebut terdapat pada kemasan terluar, bukan di dalam ikan. Otoritas Tiongkok hanya akan menangguhkan impor produk perikanan dari PT. PI selama seminggu mulai 18 September 2020.

Kegiatan ekspor perikanan, termasuk ke Tiongkok, dilaporkan tetap berjalan seperti biasanya kecuali untuk satu perusahaan yang ditangguhkan selama sepekan ke depan.

Selain itu, KKP juga menekankan bahwa yang dilarang ekspor hanyalah PT. PI sedangkan yang lainnya tetap bisa melakukan kegiatan ekspor seperti biasa.

Siaran pers KKP di Jakarta, Minggu, memaparkan bahwa langkah-langkah untuk menjamin ini di antaranya pada Maret 2020, Badan Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu (BKIPM) menyampaikan peringatan untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap COVID-19 kepada Unit Pelaksana Teknis BKIPM dan Unit Pengolahan Ikan (UPI) untuk mematuhi protocol COVID-19 sesuai standar WHO.

BKIPM juga menyatakan telah menerbitkan surat kepada UPI Nomor: 760/BKIPM.3/TU-210/IV/2020 tanggal 1 April 2020 tentang Pelaksanaan Protokol Pengendalian Covid-19 Dalam Kegiatan Produksi.

Selain itu, pada 23 Juni 2020, BKIPM telah menerbitkan surat Nomor: 1214/BKIPM.3/TU-210/VI/2020 tentang Pelaksanaan Kegiatan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan dalam Tatanan Baru kepada UPT BKIPM sebagai pedoman dalam pelaksanaan tugas dalam masa pandemi COVID-19.

Pada Juli 2020, BKIPM menggelar sosialisasi melalui pertemuan virtual dan webinar dengan menghadirkan pakar dan akademisi serta instansi terkait Remote Inspection pada industri perikanan.

Kemudian, masih pada Juli 2020, GACC telah melakukan pertemuan virtual dengan BKIPM membahas COVID-19 dengan kesepakatan bahwa pihak GACC dan BKIPM berkomitmen untuk menjaga mutu dan keamanan hasil perikanan yang diekspor ke Tiongkok.

Dalam kesepakatan itu, apabila ditemukan ketidaksesuaian mutu dan keamanan hasil perikanan, maka UPI dikenakan Internal Suspend, dan dilakukan investigasi untuk menemukan akar permasalahan kasus tersebut.

Pencabutan Internal Suspend apabila telah memenuhi persyaratan Sistem Jaminan Mutu dan Kemanan Hasil Perikanan (SJMKHP). Selanjutnya, Pihak GACC dan BKIPM akan saling menginformasikan apabila terjadi paparan/suspect COVID-19 di UPI (Unit Pengolahan Ikan).

Sementara itu selama bertahun-tahun, tidak ada yang tahu mengapa lusinan "perahu hantu" kayu babak belur - sering kali bersama dengan mayat nelayan Korea Utara yang tubuhnya yang kelaparan hingga tinggal kerangka - secara rutin terdampar di pantai di sepanjang pantai Jepang.

Investigasi baru-baru ini berdasarkan data satelit baru, telah mengungkapkan, bagaimanapun, apa yang sekarang dikatakan peneliti kelautan adalah penjelasan yang paling mungkin: China mengirim armada kapal industri yang sebelumnya tidak terlihat untuk menangkap ikan secara ilegal di perairan Korea Utara, memaksa keluar kapal Korea Utara yang lebih kecil dan menyebabkan penurunan stok cumi-cumi yang pernah melimpah lebih dari 70 persen. Para nelayan Korea Utara yang terdampar di Jepang tampaknya berkelana terlalu jauh dari pantai untuk mencari cumi-cumi dengan sia-sia dan tewas.

Kapal-kapal China - lebih dari 700 di antaranya tahun lalu - tampaknya melanggar sanksi PBB yang melarang penangkapan ikan asing di perairan Korea Utara. Sanksi, yang dijatuhkan pada 2017 sebagai tanggapan atas uji coba nuklir negara itu, ditujukan untuk menghukum Korea Utara dengan tidak mengizinkannya menjual hak penangkapan ikan di perairannya dengan imbalan mata uang asing yang berharga.

Pengungkapan baru ini memberikan titik terang tentang kurangnya tata kelola lautan dunia yang mengerikan dan menimbulkan pertanyaan pelik tentang konsekuensi dari peran Tiongkok yang terus berkembang di laut dan bagaimana hal itu terhubung dengan aspirasi geopolitik negara.