Darimana pemusik hidup di era digital?

Kamu pingin jadi musisi? Atau mungkin memang sudah yakin dengan jalan hidup sebagai musisi? Simak ulasan ini

Darimana pemusik hidup di era digital?
malserpong.com

LAKEYBANGET.COM- Di satu sisi, menjadi musisi sering tergambar sebagai dunia yang indah penuh warna, asyik, banyak teman, dan segala yang indah. Namun di sisi lain, menjadi musisi memang sebuah pilihan hidup yang dari zaman old hingga zaman now juga sering dicibir orang. Terutama orang yang gak faham musik. Atau mau menikmati musik namun tak menghargai dunia musik yang menghasilkan karya indah itu.

Banyak kisah sentimental tentang musisi yang ditolak calon mertua kala akan mempersunting gadis pujaannya.  Tragis ya Guys? Tapi gak papa kalo kisah tragisnya bisa menjadi inspirasi dalam lagu indah yang diciptanya. OMG !

Nasibnya dinilai gak jelas, masa depannya dinilai meragukan, dan kehidupannya juga tidak teratur. Belum lagi anggapan miring tentang kedekatannya dengan kehidupan bebas, narkoba, dan segala yang identik  dengan itu semua. Dari zaman kuda gigit besi hingga kuda gigit CD, musisi tetap menjadi pilihan sulit bagi orang yang hanya setengah-setengah dalam menjalaninya.

Musik itu seni. Tempat orang berkarya, berkesenian, dan mengekspresikan idealisme bahkan spiritualitasnya melalui nada. Musisi ‘idealis’ memang lebih banyak memikirkan untuk berkarya, menyampaikan pesan, dan memberi sesuatu kepada publik melalui karyanya. Hidupnya di musik, merasa hidup tatkala bisa mengaktualisasikan diri dengan segenap musikalitas yang dimilikinya. 

Namun, idealis atau bukan, toh musisi juga manusia yang butuh bertahan hidup. Butuh makan dan kehidupan yang layak sebagaimana umumnya anggota masyarakat. Dari sinilah pilihan dibuat dan dijalani konsekuensinya. Ada yang lebih bertahan dengan idealismenya sambil terus mencari celah bertahan hidup. Ada pula yang total berada di jalur industri musik untuk dapat bertengger di puncak popularitas dan menyesuaikan diri dengan selera pasar.

Kalau dulu, musisi sangat sulit masuk dapur rekaman. Apalagi tampil di TV atau menapaki  tangga lagu di radio-radio.  Jadilah hanya segelintir musisi yang bisa masuk dalam industri musik. Uang mengalir dari penjualan album yang dikemas dalam bentuk kaset dan CD. Pembajakan ada, namun secara umum jualan kaset masih menjanjikan di masa itu. Dapatlah para musisi royalty yang cukup memadai.

Sekarang teknologi semakin membuka peluang bagi para musisi untuk merekam dan mempublikasikan karyanya karena era digital sudah menyediakan dukungan untuk itu. Produksi materi audio semakin mudah di era digital. Juga semakin murah. Pun publikasinya. Namun, pembajakan menjadi masalah yang semakin akut dan massif. Karena materi lagu bisa di share dalam sekejap.

Di negara-negara maju dengan penerapan hukum yang kuat dan efektif, nasib musisi jauh lebih baik daripada di negeri kita. Para musisi bisa memperoleh hak kekayaan intelektual atas karyanya dengan memadai. Sementara di negeri ini, pembajakan semakin merajalela. Musisi masih sulit untuk mendapatkan haknya dikala public makin terbelit dengan budaya pembajakan karya yang ‘dibantu’ oleh kecanggihan teknologi digital.

Bagaimana musisi Indonesia saat ini bertahan hidup? Ada yang ngamen alias tampil live, juga ada yang bisa memonetize karyanya yang tampil di medsos hingga iklan membayarnya, sebagian sudah bekerjasama atau menjual karyanya lewat penyedia jasa music streaming, dan tentu saja berbagai jasa yang bisa dilakukan berkaitan dengan music yang dibutuhkan oleh film (sebagai soundtrack), iklan (sebagai jingle), dan sebagainya.

Para musisi bisa tampil live dalam panggung yang terbatas di kafe-kafe, misalnya. Atau mungkin memang tampil di konser-konser yang cukup besar. Penampilan live off-air dan on-air masih menjadi salah satu andalan para musisi untuk eksis dan mendapatkan uang.  Uang dari penjualan tiket dan sponsor acara menjadi lumbung untuk mengisi kocek.

Sementara itu, pilihan untuk menyesuaikan diri dengan teknologi juga harus ditempuh. Mau tidak mau. Karena industri konten music memang sudah menjadi keniscayaan kehadirannya.  Masa-masa indah jualan RBT memang sudah berlalu, namun sisa-sia rupiah di sana juga masih ada. Music streaming menjadi pilihan. Termasuk dengan dukungan aplikasi yang ditawarkan masing-masing penyedia jasa.

Ada beberapa penyedia layanan streaming music yang menjadi pilihan bagi para musisi untuk memajang dan menjual karyanya. Antara lain : Apple Music, Spotkify, Joox, dan Pandora. Melalui aplikasi yang disediakan para penyedia jasa ini, kamu dapat memajang dan menjual karya. Ada lagu yang bisa didengar bahkan diunduh gratis. Ada juga yang berbayar.

Oke guys,

Menjadi tantangan buat kamu yang ingin atau telah berkecimpung di dunia musik untuk memahami perubahan lingkungan industry musik.  Para musisi harus bersatu untuk membangun daya tawarnya. Pemerintah, terutama melalui Bekraf, juga harus mengambil peran aktif untuk membangun musik sebagai salah satu sub-sektor industri kreatif.

Jadi jangan takut bermusik dan capailah cita-citamu. Berikan nada-nada terindah bagi dunia, agar kita bisa hidup lebih indah dalam harmoni.