Berlatar Militer, Dinilai Tak Menjamin Prabowo Akan Unggul Soal Pertahanan di Debat Keempat
Analis Politik Universitas Telkom Dedi Kurnia Syah memberi komentar soal akan berlangsungnya debat Pilpres keempat bertema bertema ideologi, pemerintahan, keamanan, serta hubungan internasional, pada Sabtu (30/3).

MONITORDAY.COM - Analis Politik Universitas Telkom Dedi Kurnia Syah memberi komentar soal akan berlangsungnya debat Pilpres keempat bertema bertema ideologi, pemerintahan, keamanan, serta hubungan internasional, pada Sabtu (30/3).
Dedi berpendapat, terkait tema keamanan, latar belakang Prabowo dari militer tak menjamin akan unggul di debat kali ini. Hal ini dikarenakan di zaman saat ini pertahanan tidak selalu identik dengan dunia militer.
"Meskipun Prabowo berlatar militer tidak menjadi jaminan untuk mengungguli Jokowi dalam debat. Hal itu lantaran kondisi zaman yang berbeda dengan masa kemiliteran Prabowo," kata Dedi, dalam keterangan tertulisnya.
"Hari ini kita tidak sedang hadapi dunia yang serba bersenjata militer, terlalu tertinggal jika pertahanan kita hanya andalkan dari sisi kemiliteran semata (single helix defense)," tambahnya.
Menurut Dedi, kebutuhan negara saat ini adalah integrasi empat platform penting pertahanan; weaponry, knowledge, economic, good government (four helix defense). "Akan menjadi luar biasa dalam debat capres, jika gagasan kebijakan itu mengakomodir keempat platform di tersebut," ucapnya.
Dedi menjelaskan, Pertama, penguatan persenjataan termasuk kemampuan militeristik. Kedua, pengetahuan warga negara yang cukup mapan, artinya harus ada kebijakan yang mendukung untuk kemapanan pengetahuan masyarakat.
Ketiga, perekonomian negara yang merata. Keempat, tata pemerintahan yang baik, berintegritas, tidak koruptif. Keempat platform harus menjadi ruh dalam kebijakan pemerintah.
Dedi menambahkan, dalam membaca ulang sajian visi dan misi kedua capres terkait dengan tema debat capres keempat ini, cukup mencolok pembedanya.
"Kubu 01 tidak memiliki gagasan spesifik terkait tema, hanya bagian ideologi yang memiliki porsi cukup banyak, karena berisi program revolusi mental dan pembinaan ideologi pancasila. Hanya saja, dalam level presidensial, uraian tersebut terlalu hambar dan tidak implementatif terhadap warga negara yang diharapkan berkepribadian mandiri, berdaulat, berporos pada kultur gotong royong," terangnya.
"Tentu disayangkan, karena petahana telah memimpin sepanjang 4,5 tahun ini. Seharusnya memiliki materi yang cukup sebagai bagian dari evaluasi," tambah Dedi.
Sementara kubu 02, lanjut Dedi, meskipun masih dalam uraian normatif, tetapi ada hal yang harus dipuji, yaitu ide menggabungkan relasi internasional melalui diplomasi budaya.
Hal ini menggambarkan bahwa Prabowo menyadari kekuatan militer tidak sepenuhnya relevan dalam menjaga kedaulatan. Meskipun tetap diperlukan, tetapi bukan satu-satunya jalan. Sementara yang tergambar dengan jelas, dalah arah pembangunan identitas Indonesia di mata dunia.
"Dalam visi dan misi pembaruannya, ide Prabowo masih didominasi penempatan Indonesia sebagai obyek negara-negara lain, bukan subyek," ungkap Dedi.