Benny Moerdani Ingin Dikafani. Amanat Yang Tidak Bisa Ditunaikan

Benny Moerdani Ingin Dikafani. Amanat Yang Tidak Bisa Ditunaikan
Benny Moerdani/ net

MONITORDAY.COM - Jenderal intelijen yang satu ini menyisakan kisah tersembunyi seperti dunia yang digelutinya. Dialah Leonardus Benyamin Moerdani yang akrab disapa Benny Moerdani. Roman mukanya angker dan jarang terlihat senyum di bibirnya. Penampilannya khas komandan tentara yang disegani kawan dan lawan.  

Benny dianggap sebagai Saptamargais sekaligus dicap pimpinan militer non-muslim yang tidak ramah kepada kalangan Islamis. Peristiwa pembajakan pesawat Garuda Woyla tahun 1981 dan penembakan massa di Tanjung Priok tahun 1984 menjadi penanda peran Benny menghadapi radikalisme dan terorisme yang kala itu disebut ekstrem kanan.

Kuatnya kepemimpinan dan peran Benny membuat sejumlah orang menilainya pantas menjadi Presiden. Dalam memoarnya, Menyibak Tabir Orde Baru: Memoar Politik Indonesia 1965-1998 (2014), Tokoh CSIS Jusuf Wanandi bercerita bagaimana Fikri Jufri bertanya pada Benny, “Kenapa Anda tidak mau masuk Islam supaya kami bisa memilih Anda sebagai Presiden Republik ini?” 

Saat itu, semua yang hadir terdiam. Benny menatap tajam Fikri dan bilang: “Apa kamu pikir saya semurah itu?” dengan nada marah. “Meninggalkan keyakinan saya hanya untuk mendapat suatu jabatan? Never!”

Lain lagi kisah Adnan Ganto. Adnan, seperti diceritakan dalam buku Keputusan Sulit Adnan Ganto, juga pernah diajak ke makam oleh Benny. Bukan makam leluhur Benny di Bima, melainkan makam orang tua Benny di Solo pada 1980-an. Di situlah Benny memberi wasiat penting kepada Adnan. 

“Nan, saya kasih tahu kamu, ya, siapa tahu kamu lihat saya pada saat saya meninggal. Tolong kamu atur, supaya saya dimandikan secara Islam. Dikafani.” Kala itu, Adnan masih tinggal di Singapura. 

Adnan pun berfikir keras. Sebulan kemudian, Adnan mengonfirmasi lagi apa yang dikatakan Benny. Tak lupa Adnan minta izin pada Benny untuk menyampaikan wasiat Benny itu juga kepada Hartini Moerdani, istri Benny. Benny memperbolehkannya. 

“Kalau saya ngomong pas Bapak meninggal, enggak ada saksinya,” kata Adnan. Dan Benny menjawab, “Iya kamu ngomonglah.” Adnan pun menyampaikan wasiat Benny itu kepada Hartini sebulan kemudian. Hartini tak banyak berkomentar dan berkata, “Terserah Benny, lah.” 

Adnan lega. Benny bahkan menambahkan: “Kalau saya dikafani secara Islam, kamu baca [surat] Yasin, kalau Tina ada, dia baca syahadat 25 kali.” Tina yang dimaksud Benny adalah istri Adnan, Agustina Cholida Soetomo Soemowardoyo. 

Ketika ajal akan menjemput Benny di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD), Adnan sedang berada di New York. Ria, putri semata wayang Benny dan Hartini, menelpon Adnan. “Papa dalam keadaan kritis, Om Adnan.” Adnan pun ke Jakarta. 

“Saya datang ke Rumah Sakit RSPAD pukul 20.00 dan terus menunggu pak Benny sampai meninggal dan membacakan syahadat sampai hembusan nafas terakhir,” ujar Adnan dalam biografinya. Beberapa jam sebelum Benny wafat pada 29 Agustus 2004, tepat hari ini 16 tahun lalu, Try Sutrisno hadir. 

Di kamar Benny, Try melihat Adnan dan Tina membacakan Yasin dan syahadat. Try pun bertanya kepada Hartini. “Bu Benny, ini Tina baca Yasin boleh?” tanya Try. "Boleh," jawab Hartini. Kepada istri Adnan Ganto, Try pun berkata, “Tina, kamu terus baca, ya.” 

Laksamana Widodo AS juga datang ke rumah duka. Begitu juga pastor yang hendak mengurus jenazah Benny. Sang pastor meminta kain kafan diganti dengan celana dan jas. Benni pun dimakamkan dalam pakaian dinas militer dalam sebuah peti mati. 

Di akhir karernya Benny juga mulai berjarak dengan Soeharto. Kariernya mulai meredup seiring kritiknya pada bisnis anak-anak SOeharto. Bagaimanapun sejarah mencatat ia pernah menduduki posisi kuat dalam posisi pemerintahan. Selain sebagai Panglima ABRI, ia juga pernah menjabat sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan dan juga Pangkopkamtib.