Belum Habis Soal Beras, Terbitlah Impor Garam

MONITORDAY.COM - Semangat Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengajak semua pihak untuk menggaungkan benci produk asing ini, perlu mendapatkan support. Bahkan layak diapresiasi, ajakan itu seiring dengan kampanye sebelumnya untuk cinta produk dalam negeri.
Hal itu diutarakan Jokowi saat membuka Rapat Kerja Kementerian Perdagangan 2021, dilansir dari akun Youtube Sekretariat Presiden, Kamis (4/3/2021).
Namun niat mulia Presiden Jokowi yang telah membahana seantero negeri buat publik sontak terkejut, bahkan mengelus dada, sembari bertanya " kenapa ada menteri Pak Jokowi getol menyuarakan impor beras 1 juta ton di masa panen raya,"
Publik semakin terenyuh, ketika Direktur Utama Perusahaan Umum (Perum) Bulog Budi Waseso mengaku tak mengusulkan impor beras pada tahun ini. Langkah impor beras ini muncul setelah pihaknya menerima perintah mendadak dari Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto.
Ibarat peribahasa lama " habis gelap, terbitlah terang". Jikalau saat ini, narasinya belum habis soal impor beras, munculah wacana impor garam. Belum lama ini, terungkap ada Menteri yang akan mengimpor garam sebanyak 3 juta ton.
Seperti diketahui, Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) Sakti Wahyu Trenggono berencana mengimpor garam sebanyak 3 juta ton sudah diputuskan pemerintah. Hal itu sudah diputuskan dalam rapat bersama Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto.
Dia menjelaskan rapat dengan Menko Perekonomian dihadiri Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian. Tercatat bahwa berdasarkan neraca, stok produksi garam nasional 2,1 juta ton.
"Lalu kemudian impor (garam) diputuskan 3 juta," kata Trenggono dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI, Kamis (18/3/2021).
"Tercatat bahwa berdasarkan neraca, stok produksi garam nasional 2,1 juta ton. Lalu kemudian impor garam diputuskan 3 juta," ujar dia.
Kemudian, dia menjelaskan, kebutuhan garam terbesar ada pada industri manufaktur sekitar 3,9 juta ton dan aneka pangan 1,3 juta ton dan lain sebagainya 2,4 juta ton.
Dia menjelaskan pemerintah, akan memperbaiki dari sisi produksi, peningkatan produksi garam rakyat. Seperti, yang sudah dilakukan di beberapa tempat adalah integrasi lahan garam untuk peningkatan produktivitas dari 60 ton per hektare per musim menjadi 120 ton per hektare per musim.
"Lalu pembangunan gudang garam nasional dan penerapan resi gudang. Dan juga bantuan revitalisasi gudang garam rakyat, perbaikan jalan produksi, perbaikan saluran," tandas dia.
Impor garam membuat Ema Umiyyatul Chusnah dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan turut prihatin dan sedih melihat kebijakan ini telah mencedrai semangat Presiden Jokowi yang menggaungkan cinta produk nasional.
Ema kepada awak media, jum'at (19/3/2021) mengungkapkan, bukankah Indonesia memiliki garis pantai sepanjang 95.181 km dan merupakan garis pantai terpanjang kedua di dunia, rupanya tidak mampu dimanfaatkan untuk mencukupi kebutuhan garam di dalam negeri dan memilih mengimpor garam ke negara-negara dengan garis pantainya yang jauh lebih pendek dari negeri ini.
"Namun saat ini terkesan tidak ada kordinasi yang membuat potensi Indonesia untuk mencukupi kebutuhan garam sendiri tidak terlaksana. Tahun 2019 dan 2020 lalu pemerintah mengimpor 2,75 juta ton dan 2,92 juta ton garam. Dan jumlah ini nampaknya tidak akan jauh berbeda pada tahun ini," ungkap Ema.
Ema juga menjelaskan bukan hanya jumlah yang menjadi permasalahan produksi garam nasional, namun juga kualitas yang dinilai masih di bawah standar sehingga menjadi salah satu alasan impor. Masalah yang sudah terjadi bertahun-tahun seharusnya sudah mendapatkan solusi.
"BUMN terkait seperti PT Garam yang jelas-jelas harus maksimal melaksanakan fungsinya. Namun sayangnya kinerja PT Garam tidak maksimal dan bahkan di bawah standar. Bahkan banyak aset yang dimiliki tidak dimaksimalkan dengan baik," tandas Ema.
Kemudian, kata dia, seharusnya, kementerian terkait seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bisa bekerja sama dengan kementerian lain, seperti Kementerian BUMN memaksimalkan perusahaan pelat merah di bidang pangan untuk meningkatkan produksi garam.
Hal senada juga disampaikan oleh Kepala Pusat Studi Ekonmi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada Putut Indiyoni menilai Menteri terkait belum memiliki desain pengembangan industri garam nasional yang jelas.
Putut menilai Kementerian tersebut, cenderung mengambil kebijakan impor dengan hanya merespon kecenderungan permintaan pasar. Dengan demikian, kebijakan ini dianggap tidak melihat dari sisi strategi pengembangan industri garam nasional jangka menengah dan panjang.
"Kebijakan yang diambil cenderung bersifat reaktif jangka pendek dan tidak konstruktif," ujar Putut.