Bang Ali, Kontroversi Judi dan Lokalisasi

Bang Ali, Kontroversi Judi dan Lokalisasi
Ali Sadikin/ net

MONITORDAY.COM - Lokalisasi Kramat Tunggak sudah tidak ada lagi. Para milenial sudah tidak lagi mengenal kawasan hitam itu. Di sana kini berdiri tegak Islamic Center yang cukup megah. Rumah bordil dan pelacuran sudah lenyap ditelan waktu dan perubahan kebijakan. Yang tersisa tinggal nama jalan Kramat Jaya dan sepenggal kisah yang tertaut dengan nama Ali Sadikin.   

Bang Ali memang Gubernur yang banyak pengagum. Meski tak sedikit yang tidak sepaham dengan pikiran dan tindakannya.  Termasuk dalam soal Kramat Tunggak. Dibangun masa Ali Sadikin dan digusur masa Sutiyoso menjabat Gubernur DKI, Kramtung dianggap sebagai penyelesaian masalah setidaknya secara taktis oleh Bang Ali. 

Sejarah mencatat bahwa kebijakan Bang Ali yang kontroversial adalah mengembangkan hiburan malam dengan berbagai klab malam, mengizinkan diselenggarakannya perjudian di kota Jakarta dengan memungut pajaknya untuk pembangunan kota, serta membangun lokalisasi raksasa Kramat Tunggak.  

Sebenarnya Bang Ali punya alasan melakukan dua hal itu. Dia risi melihat para pelacur berkeliaran di jalan. Kala itu bahkan ada pelacur yang menjajakan diri keliling Jakarta naik becak. Di sepanjang jalan mereka menjajakan diri dengan seronok.

Bang Ali berpikir dengan melokalisasi para pelacur akan lebih mudah mengawasi mereka. Terutama soal kesehatan dan keamanan para wanita penjaja seks tersebut. Ali yakin memberantas pelacuran tak mudah, maka dia melokalisir pelacuran di Kramat Tunggak.

Terkait  judi Bang Ali sadar banyak orang kaya Jakarta hobi berjudi di Makau dan Singapura. Ali berpikir buat apa judi ke luar negeri dan membuang rupiah di sana. Kenapa tidak dibuatkan tempat judi di Jakarta. Uang pajak hasil berjudi dipakai untuk membiayai pembangunan Jakarta.

"Tapi banyak ulama yang tak menerima alasan Bang Ali. Akhirnya Bang Ali pun mengumpulkan seluruh ulama di Jakarta dalam sebuah aula besar. Bang Ali memberikan kesempatan kepada setiap orang yang hadir untuk berbicara. Maka satu persatu para ulama itu ribut mengkritik Bang Ali soal judi dan pelacuran yang haram. Bang Ali mengangguk-angguk saja," kata sejarawan Jakarta JJ Rizal saat berkunjung ke kantor merdeka.com beberapa waktu lalu.

Setelah semuanya bicara baru Bang Ali yang bicara. "Kalau begitu, bapak-bapak kyai semua ini kalau keluar pesantren naik helikopter saja. Karena semua jalan dan jembatan itu dibangun dari hasil judi. Kalau menganggap haram, jangan menginjakkan kaki di jalan yang dibangun Pemprov," kata Bang Ali.

Masa jabatan Ali Sadikin berakhir pada tahun 1977. Di bawah kepemimpinannya pula diselenggarakan pemilihan Abang dan None Jakarta. Bang Ali digantikan oleh Letjen. Tjokropranolo. 

Setelah berhenti dari jabatannya sebagai gubernur, Ali Sadikin tetap aktif dalam menyumbangkan pikiran-pikirannya untuk pembangunan kota Jakarta dan negara Indonesia. Hal ini membawanya kepada posisi kritis sebagai anggota Petisi 50, sebuah kelompok yang terdiri dari tokoh-tokoh militer dan swasta yang kritis terhadap pemerintahan mantan Presiden Soeharto.

Petisi 50 membuat Bang Ali semakin berjarak dengan Pak Harto. Penampilan tampan dan gagahnya selaras dengan pendirian kokohnya.