Apresiasi Busana Muslimah Iriana Jokowi, Shamsi Ali Teringat Seorang Guru Besar Penghina Jilbab

MONITORDAY.COM - Kehadiran Presiden Joko Widodo bersama Ibu Negara saat kunjungan ke Amerika Serikat, telah menyita perhatian perhatian. Istri Presiden tampak anggun dengan busana Muslimah.
Presiden of Nusantara Foundation, Imam Shamsi Ali mengaku bangga dengan tampilan Ibu Negara, Iriana Jokowi.
Menurutnya, Iriana yang hadir dengan mengenakan setelan kerudung merupakan sebuah kebanggaan bagi umat muslim Indonesia.
“Satu kabanggaan lagi sebagai seorang muslim Indonesia bahwa ibu negara, Ibu Iriana Widodo, mendampingi suami ke Amerika Serikat dengan pakaian muslimah yang rapih,” ujarnya lewat akun Twitter pribadi, Senin (16/5/2022).
Imam Besar Islamic Center New York ini berharap Iriana bisa istiqamah dalam berpakaian. Tidak lupa Imam Shamsi Ali mendoakan agar Iriana selalu dalam lindungan Allah.
Lebih lanjut, Imam Shamsi Ali teringat dengan kelompok yang kerap mengucap kata-kata “kadrun” bagi mereka yang berpakaian muslimah. Dia bertanya-tanya, akankan ujaran serupa akan dialamatkan pada ibu negara.
“Kalau yang suka nyinyir dengan pakaian muslimah dan kerudung akankah menganggap ini pakaian gurun? Mereka yang sering nyinyir dengan kerudung ngomong apa ya? Termasuk sang prof itu, kira-kira nyebut kerudung ibu negara apa ya?” tutupnya.
Untuk informasi,belum lama ini beredar viral kabar seorang Rektor ITK menghina hijab atau jilbab, penutup kepala yang dipakai perempuan Muslim.
Orang tersebut bernama Budi Santosa Purwokartiko, seorang bergelar professor yang menjabat Rektor Institut Teknologi Kalimantan (ITK).
Melalui tulisan di Facebooknya, sang Rektor Budi Santosa Purwokartiko sebut hijab adalah penutup kepala manusia gurun. Adapun, tulisan tersebut awalnya merupakan cerita pengalamannya mewawancara mahasiswa yang mengikuti program Dikti ke luar negeri.
Namun, tak disangka di akhir kalimatnya, Rektor ITK itu malah menyinggung perempuan yang memakai hijab.
Budi menyebut hijab adalah penutup kepala manusia gurun, serta menyebut mahasiswa yang diwawancarainya tidak memakai itu dan openminded.
Rektor ITK itu juga menyebut bahwa mahasiswa tak berhijab yang diwawancarainya “mencari tuhan ke negara-negara maju,” dan bukan ke negara yang “orang-orangnya pandai bercerita tanpa karya teknologi.”
Tidak jelas maksud dari negara-negara yang dia sebutkan.
Adapun, tulisan Rektor ITK Budi Santosa Purwokartiko selengkapnya adalah sebagai berikut:
Saya berkesempatan mewawancara beberapa mahasiswa yang ikut mobilitas mahasiswa ke luar negeri. Program Dikti yang dibiayai LPDP ini banyak mendapat perhatian dari para mahasiswa. Mereka adalah anak-anak pinter yang punya kemampuan luar biasa. Jika diplot dalam distribusi normal, mereka mungkin termasuk 2,5% sisi kanan populasi mahasiswa. Tidak satu pun saya mendapatkan mereka ini hobi demo. Yang ada adalah mahasiswa dengan IP yang luar biasa tinggi di atas 3.5 bahkan beberapa 3.8 dan 3.9. Bahasa Inggris mereka cas cis cus dengan nilai IELTS 8 , 8.5 bahkan 9. Duolingo bisa mencapai 140, 145 bahkan ada yang 150 (padahal syarat minimum 100). Luar biasa. Mereka juga aktif di organisasi kemahasiswaan (profesional), sosial kemasyarakatan dan asisten lab atau asisten dosen.
Mereka bicara tentang hal-hal yang membumi: apa cita-citanya, minatnya, usaha2 untuk mendukung cita2nya, apa kontribusi untuk masyarakat dan bangsanya, nasionalisme dsb. Tidak bicara soal langit atau kehidupan sesudah mati. Pilihan kata2nya juga jauh dari kata2 langit:insaallah, barakallah, syiar, qadarullah, dsb. Generasi ini merupakan bonus demografi yang akan mengisi posisi2 di BUMN, lembaga pemerintah, dunia pendidikan, sektor swasta beberapa tahun mendatang. Dan kebetulan dari 16 yang saya harus wawancara, hanya ada 2 cowok dan sisanya cewek. Dari 14,, ada 2 tidak hadir. Jadi 12 mahasiswi yang saya wawancarai, tidak satu pun menutup kepala ala manusia gurun. Otaknya benar2 openmind. Mereka mencari Tuhan ke negara2 maju seperti Korea, Eropa barat dan US, bukan ke negara yang orang2nya pandai bercerita tanpa karya teknologi.
Lalu, foto profil serta akun Facebook dari Budi Santosa Purwokartiko, serta unggahannya yang tampaknya sudah dihapus.
Namun ada akun twitter yang mengabadikan tulisan tersebut yang tangkapan layarnya telah tersebar.