Andreas Sebut Sayonara Olympiade dan Prestasi Indonesia

MONITORDAY.COM - Anggota Komisi X DPR RI dari FPDI Perjuangan Andreas Hugo Pareira mengatakan Olympiade 2020 yang mengalami penundaan setahun berakhir hari ini, Minggu (8/8/2021).
Artinya, para Atlit dari seluruh penjuru dunia mengucapkan selamat tinggal Tokyo dan akan kembali bertemu dalam Olympiade Paris 2024.
"Kita bersyukur bahwa atlit-atlit Indonesia telah bertarung mati-matian dan telah mengeluarkan segala kemampuannya untuk meraih prestasi setinggi-tingginya. Kita juga patut bersyukur bahwa atlit-atlit Indonesia mampu bertanding dalam situasi pandemi yang tentu menjadi tantangan tersendiri," ucap Andreas kepada monitorday.com, Minggu (8/8/2021).
Ada sejumlah poin penting, kata Andreas, untuk bisa dipelajari dari Olympiade 2020 ini.
Yang pertama untuk berdisiplin menjaga kesehatan tidak tertular oleh Covid-19.
Meningkatkan aktivitas fisik atau rajin olahraga jadi salah satu hal cara meningkatkan imun sehingga dapat melawan virus tersebut. Dengan rajin olahraga, metabolisme tubuh menjadi lebih terkontrol sehingga risiko berbagai penyakit dapat di hindari.
Mengutip dari Only My Health, disarankan untuk melakukan olahraga dengan intensitas sedang selama 150 jam atau olaharaga dengan intensitas berat selama 75 menit. Ada banyak jenis olahraga yang bisa dijadikan pilihan, mulai yoga, lompat tali, sampai peregangan.
Yang kedua, mampu bertanding dan mengeluarkan seluruh kemampuannya. Dan yang paling spektakuler adalah sebagai bangsa, bangga menyaksikan semangat juang yang luar biasa dari dua srikandi bulutangkis Indonesia Gresya Polii dan Aprilia Rahayu yang meraih medali emas.
"Kitapun patut berbangga pada prestasi atlit belia angkat besi Windy Cantika yang membuka peraihan medali untuk Indonesia dengan medali perunggunya. Juga tentu kita ucapkan terimakasih kepada semua atlit yang telah menyumbangkan medali untuk Indonesia," tutur Andreas.
Menyimak prestasi Indonesia, harus diakui dari segi perolehan medali, Indonesia tidak memperoleh kemajuan. Bahkan dari segi peringkat raihan medali, Indonesia justru merosot dari peringkat 46 ke peringkat 54. Alias, keluar dari 50 besar.
Kalau ditelusuri prestasi Indonesia di Olympiade dari tahun ke tahun pun tampak tak memuaskan.
Sejarah mencatat, Indonesia kembali harus diakui sejak pertama kali meraih medali perak pada olympiade Seoul tahun 1988, prestasi emas di olympiade baru terdongkrak ketika bulutangkis menjadi cabor yang dipertandingkan di olympiade Barcelona 1992.
Sejak itu hanya bulutangkis yang berhasil menyumbang emas di olympiade rata2 1 emas dengan puncaknya pada 1992 dengan 2 emas.
Dari segi cabang olaharaga (cabor), sejak keikutsertaan Indonesia di olympiade hanya baru 3 cabor yang menyumbang medali, bulutangkis (8 emas, 7 perak, 6 perunggu), Angkat Besi (7 perak, 8 perunggu) dan panahan (1 perak). Cabor selebihnya masih hanya sebatas sebagai partisipan dari olympiade ke olympiade.
Sementara Indonesia selalu bangga sebagai bangsa besar dengan jumlah penduduk nomor 4 terbanyak di dunia, namun dalam hal prestasi olahraga, harus diakui negeri ini masih jauh tertinggal dari banyak negara-negara lain di dunia.
Lantas apa artinya? Pertama, Indonesia perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap olahraga prestasi di negara ini, kalau negeri ingin berprestasi lebih pada tahun-tahun yang akan datang.
Kedua, Indonesia sebagai negara harus mempunyai grand design pembinaan olahraga prestasi yang terstruktur.
Begitupun negara harus terlibat sejak rekrutmen, pembinaan dan penyelenggaraan kompetisi. Karena jujur saja, selama ini negara tidak banyak berbuat untuk olahraga.
"Kita baru bangga dan mengelu-elukan ketika ketika ada atlit berprestasi. Hadiah untuk atlitpun mengalir," jelas Andreas.
Sementara dalam proses dari rekrutmen sampai dengan prestasi kehadiran negara minim.
Ketiga, sebagaimana yang telah digembar-gemborkan oleh Menpora, negara harus membuat dan secara konsisten melaksanakan sebuah "grand design" olahraga prestasi untuk Indonesia.
Dan dalam grand design tersebut harus ada pilihan berdasarkan latar belakang prestasi, cabor-cabor mana yang akan menjadi unggulan untuk target prestasi dunia, yakni olympiade.
Pemilihan cabor-cabor ini harus didasari oleh metode sport scientific sehingga dalam rekrutmen, pembinaan, kompetisi sampai dengan event-event pertandingan pun terukur dan bisa dievalusi secara ilmiah. Bukan hanya berdasarkan selera dari para penguasa olahraga.
Hanya, dengan pendekatan ilmiah, dunia olahraga Indonesia baru akan terdongkrak maju dalam prestasi internasional, prestasi olympiade.
"Belajarlah dari negara-negara yang prestasi olahraganya menjulang. Kitapun bisa, kalau kita mau. Salam olahraga. indonesia, Bisa !," tutup Andreas.