Akui Tembak Jatuh Pesawat Ukraina, Rouhani: Ketidaksengajaan
Presiden Iran Hassan Rouhani mengakui bahwa penembakan yang terjadi kepada pesawat Ukraina yang jatuh di Teheran pada Rabu (8/1), merupakan kesalahan militer bersenjata Iran yang tidak sengaja menembakan rudal kepada pesawat tersebut karena mengira pesawat akan melakukan serangan.

MONITORDAY.COM - Militer Iran mengaku bahwa pihaknya tidak sengaja menembak pesawat Ukraina yang jatuh Teheran pada Rabu (8/1). Karena mengira bahwa pesawat akan melakukan serangan.
Rudal yang menjatuhkan Ukraine International Airlines dengan nomor penerbangan PS752 telah menewaskan 176 penumpang dan kru.
Bahkan Presiden Iran Hassan Rouhani telah meminta maaf melalui akun Twitter pribadinya pada Sabtu (11/1) dan mengakui kesalahan angkatan bersenjata negaranya yang tidak sengaja menembak jatuh pesawat Ukraina.
"Penyelidikan internal Angkatan Bersenjata telah menyimpulkan bahwa rudal ditembakkan karena kesalahan manusia, dan menyebabkan jatuhnya pesawat Ukraina dan menewaskan seluruh penumpang yang tidak bersalah," tulis Rouhani.
"Penyelidikan akan terus berlanjut untuk mengidentifikasi dan menuntut pihak yang bertanggung jawab atas tragedi hebat dan tak termaafkan ini. Republik Islam Iran sangat menyesali kesalahan ini, doa saya tujukan kepada semua keluarga yang berkabung. Saya mengucapkan belasungkawa yang tulus."
Armed Forces’ internal investigation has concluded that regrettably missiles fired due to human error caused the horrific crash of the Ukrainian plane & death of 176 innocent people.
— Hassan Rouhani (@HassanRouhani) January 11, 2020
Investigations continue to identify & prosecute this great tragedy & unforgivable mistake. #PS752
Sehari sebelum pengakuan Rouhani, kepala penerbangan sipil Iran menyatakan bahwa pesawat bukan terjatuh karena terkena rudal mereka namun Amerika Serikat menyatakan bahwa pesawat ditembak oleh rudal buatan Rusia secara tidak sengaja.
Insiden ini terjadi ketika ketegangan antara Teheran dan Washington kembali memanas setelah kematian Jenderal Iran, Qasem Soleimani.