3 Hal Yang Bisa Kamu Pelajari Dari Leicester City
Ajaibnya tim yang diarsiteki Claudio Ranieri ini menyabet gelar juara di tengah kepungan tim besar dengan dukungan finansial yang melimpah.

LAKEYBANGET.COM - Leicester City mencatatkan sejarah. Untuk pertama kalinya selama 132 tahun (berapa purnama tuh?) Leicester City merengkuh gelar juara Liga Inggris. Ajaibnya tim yang diarsiteki Claudio Ranieri ini menyabet gelar juara di tengah kepungan tim besar dengan dukungan finansial yang melimpah.
Tentu dari keberhasilan, kita bisa belajar. Yuk disimak apa aja yang bisa dipelajari dari Leicester City
Mr Runner-up & Tua-tua Keladi
Pelatih Leicester City Claudio Ranieri punya julukan ‘Mr Runner-up’. Hal yang nggak berlebihan karena sosok 64 tahun ini punya catatan nyaris menjadi juara alias runner-up bersama Chelsea, Juventus, AS Roma, dan AS Monaco.
Pelatih berpaspor Italia ini juga menunjukkan bahwa sekalipun umurmu sudah kepala 6 namun prestasi dapat diraih. Gimana di saat Ranieri sudah 64 tahun, ia sukses mengantarkan tim semenjana jadi juara Liga Inggris yang begitu taft dan ketat. Bagaimana di usia 64 tahun, Ranieri bisa meluruhkan julukannya yang sudah bertahan ratusan purnama: ‘Mr Runner-up’.
Tua-tua keladi macam Colonel Sanders.
Jamie Vardy Sang Pejuang
Jamie Vardy adalah kisah perjuangan. Makanya tak mengherankan jika kisahnya bakalan diangkat jadi film. Kayaknya sih bakalan lebih epik dari Santiago Munez, terlebih lagi ini kisah yang diangkat dari realitas.
Santiago Munez.
Jamie Vardy beberapa tahun yang lalu masih berkiprah di kompetisi non-league di Inggris sembari nyambi menjadi buruh di pabrik serat karbon. Namun, lihatlah sekarang dirinya. Ia adalah striker tipikal predator yang siap mengoyak-ngoyak jala lawan. Ia juga yang menjadi salah satu aktor penting yang mengantarkan Leicester City jadi juara Liga Inggris.
Uang Bukan Segalanya
Di awal musim, Leicester City mah apa atuh. Salah satunya dari segi finansial. 14 pemain Leicester yang kerap jadi langganan tim inti hanya menghabiskan dana kurang dari 30 juta poundsterling (setara Rp 577 miliar). Bandingkan dengan Kevin De Bruyne yang didatangkan Manchester City dengan harga 55 juta poundsterling (setara Rp 1 triliun).
Leicester City dengan telak menghantam kapitalisme sepak bola yang menjalar. Leicester City adalah anomali. Dengan kesederhanaan, kerja keras, dan kepercayaan pada mimpi Leicester City menjadi juara di kompetisi “paling seksi” sedunia.
Berpelukan.