Tahapan Pendidikan Anak secara Qur'ani

Ketika anak mulai tumbuh semakin dewasa, maka jadikan ia teman dalam berdiskusi. Karena kematangan nalarnya semakin ada pada puncaknya.

Tahapan Pendidikan Anak secara Qur'ani
Ilustrasi foto/Net.

MONITORDAY.COM - Sesungguhnya dalam dialog Nabi Ibrahim dan anaknya Ismail a.s., terdapat pelajaran yang amat berharga tentang tahapan pendidikan bagi seorang anak.

Syahdan, ketika Nabi Ibrahim bermimpi menyembelih anaknya, Ia ragu dengan mimpinya. Apakah mimpi tersebut berasal dari Allah sebagai petunjuk, atau waswas dari syaiton. Lalu, tatkala di malam yang kedua, beliau mimpi kembali, barulah Ia yakin bila itu merupakan wahyu, petunjuk dari Allah Swt.

Setelah yakin akan kebenaran mimpi tersebut, Nabi Ibrahim tidak lantas main perintah anaknya. Melainkan ia dialogkan dengannya. Bisa saja ketika itu Ibrahim mengatakan pada anaknya, bahwa “Nak, bapak bermimpi menyembelih kamu tadi malam. Sekarang siap-siap, ayah akan segera menyembelihmu.”

Yang dilakukan Nabi Ibrahim ketika itu justru malah mendialogkan perihal mimpinya tersebut. “Nak, bapak bermimpi menyembelih kamu tadi malam, bagaimana pendapat Ananda tentang mimpi ayah ini?”

Dari sini kita paham kapan sesungguhnya anak bisa diajak berdialog. Yaitu ketika nalar seorang anak, mulai semakin tajam. Inilah pendidikan dalam al-Qur’an. Jika anak kita sudah mulai dewasa, mulai punya nalar yang kuat. Jadikan dia teman dalam kehidupannya. Minta pendapatnya.

Ketika masih kecil, panggil dia sayang. Lalu besar sedikit kurangi sayang dan mulai berikan perintah. Supaya dia tidak manja. Tapi ketika nalarnya sudah panjang, kadang dia bisa membalikannya pada kita. Kita minta dia melakukan sesuatu, namun kita sendiri tidak melakukannya. Maka si anak akan dengan mudah membalikannya kepada kita.

“Nak, siap-siap shalat!” Jika dikatakan seperti itu, sementara kita tidak siap-siap. Maka bisa jadi dia balikan, “bapak saja tidak siap-siap untuk shalat, maka untuk apa saya shalat.”

Karena itulah, ketika anak mulai tumbuh semakin dewasa, maka jadikan ia teman dalam berdiskusi. Karena kematangan nalarnya semakin ada pada puncaknya.