Sinematografi: Dulu dan Kini (1)

Dunia sinema terus berkembang, secara teknologi dari zaman seluloid hingga digital banyak sekali perubahannya

Sinematografi: Dulu dan Kini (1)
kamera Sony/ bhphotovideo.com

GENERASI milenial punya selera sendiri, termasuk selera nonton filmnya. Batas antara film layar lebar dan video game juga semakin samar. Game yang populer seringkali keluar versi film bioskopnya, seperti Mortal Kombat, Prince of Persian.  Demikian juga film bioskop yang populer sering diadaptasi dalam bentuk game seperti Starwars Battle Front. Dan teknologi digital yang berperan penting di dalamnya.

Salah satu perkembangan awal di era digital ditandai dengan lahirnya kamera digital. Kamera analog berbahan baku pita seluloid sekian lama merajai dunia fotografi dan sinematografi. Gambar bergerak  diabadikan dalam film berukuran 8 mm, 16 mm, 35 mm, dan 70 mm. Film ukuran 8 mm digunakan untuk keperluan amatir dan rumahan.

Di dunia layar lebar film 35mm paling populer digunakan, ukurannya pas untuk diproyeksikan di layar lebar. Film 16 mm lebih sering digunakan untuk keperluan non bioskop misalnya film pendidikan, dokumenter, atau film berbudget minim. Sementara film 70 mm lebih dikhususkan untuk layar IMAX. Ada juga yang menyebut dengan film 65 mm, karena yang 5 mm digunakan untuk jalur perekaman suara.

Walaupun kamera digital untuk sinematografi telah dirintis oleh Sony sejak 1980, kualitasnya belum bisa dibandingkan dengan kamera seluloid. Puluhan tahun sejak itu kamera seluloid tetap menjadi favorit bagi para filmmaker. Walau begitu, para peneliti dan rekayasawan terus berpacu di dapur teknologi digital untuk menghasilkan kamera sinematografi dengan kualitas menandingi kamera seluloid.

Saat teknologi digital mampu melangkah dan menawarkan kualitas gambar HD dan 4K, kita bisa melihat pencapaian yang sangat berarti. Walau sejatinya masih kalah tajam dengan rekaman seluloid, namun mata manusia sudah sulit membedakannya. Walhasil, kualitasnya boleh dikata sudah seimbang.

Kehadiran kamera sinematografi digital memang menghadirkan tawaran yang lebih efisien. Saat kamera seluloid merajai dunia perfilman, biaya beli atau sewa kameranya sangat mahal. Bahan baku dan prosesingnya juga memakan dana yang tidak sedikit. Kamera ARRI dan Panavision termasuk yang menjadi legenda sebagai produk unggulan kamera sinema saat itu.

Buat filmmaker atau studio film Hollywood mungkin uang bukan masalah utama. Senyampang pendapatan filmnya bisa menjadi box office, tentu biaya besar akan sepadan dengan perolehan uang tiket.   Bahkan di saat teknologi digital sudah mampu memberi solusi, pembuat film Hollywood menggunakan kamera digital bukan dengan alasan efisiensi, namun karena kebutuhan pengambilan gambar yang diperlukan memerlukan visual effect yang lebih mungkin bisa diambil dengan kamera digital.

<iframe width="560" height="315" src="https://www.youtube.com/embed/al84GQzvnF0" frameborder="0" allow="autoplay; encrypted-media" allowfullscreen></iframe>

Kombinasi antara kamera seluloid dan kamera digital juga digunakan dalam pengambilan gambar untuk beberapa film. Untuk beberapa adegan pembuat film menggunakan kamera digital dan untuk beberapa adegan yang lain menggunakan kamera seluloid. Pada akhirnya hasil rekaman gambar dari kamera seluloid juga mengalami proses digitalisasi di tahap paska produksi. Kehadiran teknologi digital dalam editing dan keseluruhan proses paska produksi mengubah hampir seluruh sistemnya.