Sharing Economy Akankah Terus Berlanjut?
Dari kecil kita diajarkan berbagi. Berbagi adalah perekat yang menyatukan masyarakat. Bahkan pada masyarakat yang indivudialis sekalipun. Menajdi kaya dan memiliki sesuatu memang menyenangkan. Berbagi dengan orang lain itu membahagiakan. Mencari kesenangan itu manusiawi. Menggapai kebahagiaan itu pencapaian hakiki.

LAKBAN – Dari kecil kita diajarkan berbagi. Berbagi adalah perekat yang menyatukan masyarakat. Bahkan pada masyarakat yang indivudialis sekalipun. Menajdi kaya dan memiliki sesuatu memang menyenangkan. Berbagi dengan orang lain itu membahagiakan. Mencari kesenangan itu manusiawi. Menggapai kebahagiaan itu pencapaian hakiki.
Dari nilai-nilai itulah lahir kepercayaan, kemurahan hati dan kasih sayang di antara tetangga, kota dan warga. Kuat tertanam pada masyarakat paguyuban. Semakin terkikis dalam masyarakat modern yang diikat oleh struktur dan aturan formal fungsional. Termasuk dalam interaksi ekonomi. Transaksi terjadi di atas dasar motif mencari laba sebanyak-banyaknya oleh dan bagi individu pelaku ekonomi.
Pada kenyataannya kebutuhan berbagi tetaplah terasa. Maka muncullah istilah ‘memenuhi kepuasan pelanggan’ dan CSR (corporate social responsibiity). Etika bisnispun menjadi niscaya. Para pebisnis berbagi dalam berbagai program filantopri.
Sekarang, dalam sentuhan Internet yang brilian, berbagi telah meluncurkan revolusi ekonomi. Ada hubungan komunikasi yang menjadi jembatan bertemunya khalayak dengan khalayak. Pertemanan semakin luas. Jangkauan informasi untuk membagikan barang atau jasa yang diliki semakin mudah. Bahkan dengan algoritma kepercayaan antar manusia dapat dijembatani.
Ekonomi berbagi dibangun di atas gagasan konsumsi kolaboratif. Agar barang atau jasa yang kita miliki dapat digunakan bersama sehingga lebih efisien. Dalam model ekonomi kapitalis tradisional, barang dimiliki oleh individu. Jika kita ingin dapat berkendara ke toko atau bandara, kita perlu membeli mobil. Itu disebut konsumsi pribadi.
Yang kita beli adalah fungsinya. Dengan harga dan ketersediaan yang relatif efisien. JIka kita menggunakan taksi konvensional ongkosnya mungkin lebih mahal. Apalagi jika transportasi umum yang layak belum tersedia. Konsumsi kolaboratif adalah ketika hanya sedikit orang yang memiliki barang, tetapi orang lain dapat membayar hak istimewa untuk "meminjam" barang-barang itu. Pada dasarnya, ini adalah bentuk berbagi yang dimonetisasi.
Jika kita memiliki mobil dan hanya kita gunakan di akhir pekan mengapa tak kita pinjamkan pada orang lain yang membutuhkan? Itulah gagasan dasarnya. Toh pajak tahunan sama. Bahkan biaya reparasinya pun relatif lebih ekonomis. Kalau mobil jarang dipakai olinya perlu diganti enam bulan sekali, padahal kilometer yang ditempuhnya masih sedikit.
Apakah tren sharing economy ini akan berlanjut dan mendisrupsi model bisnis lama? Ini menjadi pertanyaan kita semua. Jika ekonomi berbagi hanya perubahan bentuk dan kemasan dan tidak membawa esensi perubahan mungkin tak akan bertahan lama.
Lain halnya bila ekonomi berbagi menjadi jalan bagi pemerataan dan keadilan dalam berusaha. Sebagaimana gagasan koperasi yang mengandalkan usaha bersama untuk memenuhi kebutuhan bersama.