Perjuangan LMDH Cisompet Garut Tak Sepenuhnya Didukung
Fakta perjuangan masyarakat untuk bisa mengolah lahan milik negara tak sepenuhnya mendapat dukungan. Apakah mereka rakyat kecil yang hidupnya serba minim. Lantas kemudian mereka tak tidak dibantu. Apakah kedaulatan tanah hanya kepada segilintir pengusaha sehingga bisa menguasai jutaan hektar. Beginikah pemerintah memperlakukan rakyatnya, bukankah penguasa lahir dari rahim rakyat?

MONITORDAY.COM - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mendefinisikan membangun Indonesia dari pinggiran, melalui program Perhutanan Sosial, sebuah program nasional yang bertujuan untuk melakukan pemerataan ekonomi dan mengurangi ketimpangan ekonomi melalui tiga pilar, yaitu: lahan, kesempatan usaha dan sumberdaya manusia. Perhutanan Sosial juga menjadi benda legal untuk masyarakat disekitar kawasan hutan untuk mengelola kawasan hutan negara.
Namun definisi nan apik oleh KLKH tak seindah yang ditemui dilapangan. Bagaimana tidak, fakta perjuangan masyarakat untuk bisa mengolah lahan milik negara tak sepenuhnya mendapat dukungan. Apakah mereka rakyat kecil yang hidupnya serba minim lantas kemudian mereka tidak dibantu. Apakah kedaulatan tanah hanya kepada segilintir pengusaha sehingga bisa menguasai jutaan hektar. Beginikah pemerintah memperlakukan rakyatnya, bukankah penguasa lahir dari rahim rakyat?
Hal inilah yang menggerakkan hati nurani sejumlah awak media dan pegiat literasi menyambangi 3 Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) di kecamatan Cisompet Kabupaten Garut selama dua hari, minggu-senin (9 -10/2/2020). Tak mudah menyambangi tempat ini, butuh waktu 5 jam dari bandung dengan jalan berkelok mengelilingi bukit, hamparan hutan yang hijau menjadi pemandangan yang tak bosankan mata.
Dihari pertama, para awak media mendapatkan kesempatan berbincang dengan ketua pencinta lingkungan juga sesepuh di kecamatan tersebut, Haji Adi Baruno yang memberikan tempatnya untuk ditumpangi.
Adi Baruno mengatakan, sinergi awak media ini patut diberikan apresiasi karena jarang ada care dari Media yang mau melihat problematika ini. Terlebih, permasalahan hutan. Diakuinya, para insan pers lebih suka menelisik isu-isu politik yang dianggapnya lebih menarik dibandingkan dengan isu lingkungan dan permasalahan sosial seperti ini.
Selain itu, saat jumpa dengan warga dihari kedua, keinginan mereka sangat sederhana, yakni kejelasan SK pengolahan lahan Perhutani agar kelak tidak dijadikan alasan tertentu bagi pihak yang tidak bertanggung jawab mengganggu mereka.
Sobur (Ketua LMDH Roy Lestari), Endang (LMDH Mekar Mukti) Muhaemin (Ketua LMDH) juga berterima kasih dengan kedatangan awak media yang mau berkunjung di wilayah mereka.
Kebijakan KLHK memberikan izin kepada warga disekitar hutan untuk mengolah lahan negara tersebut seolah memberi harapan, meski mereka pernah jumpai pengalaman pahit namun mereka optimis dengan kedatangan awak media.
Niatan menyejahterakan masyarakat Indonesia ini, bukan tidak memiliiki tantangan. Jauhnya masyarakat dari akses infrastruktur menjadi salah satu kendala terlaksananya verifikasi kelompok masyarakat, dan sering kali menjadi hal yang membuat terlambatnya sosialisasi program ini. Dalam pendampingan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bekerjasama dengan multi pihak.
Aksi awak media yang berinisiasi turun ke lapangan ini adalah bagian dari wujud dari semangat Pers, yang harus berikan solusi dan merespon kompleksitas yang dihadapi masyarakat.
Para awak Media yang bekerjasama dengan berbagai elemen masyarakat ini pun terus melakukan pengawalan berbagai administrasi pemanfaatan Hutan Sosial, khususnya berhubungan dengan KLHK. Kelak tidak hanya berikan pengetahuan dan pengidentifikasian potensi kawasan hutan, namun juga bagaimana pengembangan usaha, serta pemasaran hasil usaha masyarakat, yang sering disebut sebagai akses ekonomi, hingga penguatan legal, sehingga masyarakat mampu mengadvokasi dirinya sendiri.