Perang Ukraina, Minyak Goreng dan Gejolak di Peru

MONITORDAY.COM - Rusia menyerang Ukraina. Embargo Barat terhadap Rusia belum mempan meredakan aksi Rusia yang berdalih melindungi kepentingannya dari tekanan NATO sekaligus membantu wilayah Donbass yang ingin melepaskan diri dari Ukraina. Kita belum tahu apakah akhir dari drama Putin melawan Zelensky ini. Bagai Goliath melawan David. Ukraina luluh lantak di beberapa kota utamanya.
Harga komoditas dunia naik bahkan melonjak. Uni Eropa kekurangan pasokan energi. Situasi ini dimanfaatkan oleh sejumlah pihak untuk mengeruk keuntungan. Para pemasok komoditas berpesta pora. Dunia yang saling bergantung dan terhubung secara ekonomi membuat komoditas berlalu lalang lintas negara dan benua mencari harga tertingginya.
Bagi Indonesia, kenaikan harga komoditas bagai pisau bermata dua. Di satu sisi penerimaan negara naik, di sisi lain komoditas utama yang dibutuhkan di dalam negeri menjadi langka dan harga pun melonjak. Yang paling terasa adalah kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng sebagai imbas dari kenaikan harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO).
Dampak ekonomi yang lebih berat terjadi di Amerika Latin. Salah satunya di Peru. Negeri yang terkenal dengan hutan Amazon dan destinasi wisata Machu Pichu ini tengah bergolak karena kenaikan harga. Presiden Peru Pedro Castillo telah mencabut penguncian wajib yang diberlakukan di ibu kota negara itu dan kota terdekat, setelah tindakan itu memicu kecaman luas, kemarahan, dan protes baru di jalan-jalan Lima.
Jam malam diberlakukan untuk meredam aksi protes yang berujung ricuh. Castillo pada Senin malam memerintahkan penduduk untuk tetap berada di rumah mereka antara pukul 02.00 dan 23.59 waktu setempat dalam upaya "untuk membangun kembali perdamaian dan ketertiban internal" di tengah protes nasional atas kenaikan harga bahan bakar dan makanan.
“Kami akan segera menghapus [jam malam] ini. Kami menyerukan kepada orang-orang Peru untuk tenang,” kata Castillo pada Selasa sore, bersama Presiden Kongres Maria Alva, saat ia mempersingkat jam malam tepat setelah pukul 5 sore waktu setempat (10:00 GMT). Demikian dilaporkan Al Jazeera.
Lockdown di ibukota Lima dan kota tetangga Callao terjadi setelah protes pecah di seluruh negara Pegunungan Andes ini. Lonjakan biaya bahan bakar, makanan dan pupuk memukul perekonomian dan daya beli rakyat Peru.
Perang Rusia-Ukraina tak hanya berdampak berdampak pada situasi Uni Eropa. Jauh di seberang lautan, sebuah Pemerintahan bisa terguling akibat dampak ekonominya.