Peranan Takaful dalam Pengelolaan Keuangan Keluarga
Takaful keluarga memiliki tingkat penetrasi yang lebih tinggi dari takaful general.

PERANAN takaful atau yang lebih dikenal sebagai asuransi syariah sangat penting dalam proses perencanaan dan pengelolaan keuangan keluarga. Produk asuransi merupakan produk yang relatif kurang dipahami oleh masyarakat Indonesia, apalagi pemahaman terhadap produk takaful. Hal ini bisa dipahami karena masih sangat sedikit masyarakat Indonesia yang memiliki tingkat literasi produk keuangan, termasuk asuransi apalagi yang sesuai dengan prinsip syariah. Total kontribusi takaful secara global mencapai 14,9 milliar Dollar AS dengan angka pertumbuhan yang cukup mencapai 14 persen di tahun 2015.
Takaful keluarga memiliki tingkat penetrasi yang lebih tinggi dari takaful general. Tingkat penetrasi takaful di Indonesia masih sangat rendah. Tingkat penetrasi takaful keluarga hanya mencapai 0,07 persen, sekitar empat kali lebih tinggi tingkat penetrasi takaful umum yang hanya mencapai 0,02 persen saja. Hal ini menunjukkan bahwa masih sedikit masyarakat Indonesia yang paham tentang asuransi syariah.
Asuransi Syariah (Ta’min, Takaful atau Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah. Resiko tersebut bisa berupa resiko kematian, sakit, kecelakaan, musibah kebakaran, kebanjiran, dsb.
Takaful diperlukan untuk mempersiapkan masa depan dan upaya mengantisipasi kemungkinan terjadinya resiko dalam kehidupan ekonomi yang akan dihadapi, maka perlu dipersiapkan sejumlah dana sedini mungkin. Data dari World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa 9 dari 10 orang meninggal disebabkan oleh penyakit kritis dengan penyakit jantung yang menjadi penyebab utama kematian pria mencapai 44 persen dan penyakit kanker sebagai penyebab utama 75 persen kematian wanita.
Dalam al-Qur’an surah Al-Hasyr ayat 18 disebutkan: ’Hai orang-orang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah dibuat untuk hari esok (masa depan). Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. al-Hasyr [59]: 18).
Kita juga diperintahkan untuk tidak meninggalkan generasi yang lemah baik lemah iman, lemah fisik, lemah pengetahuan dan lemah finansial,dsb sebagaimana firman Allah Swt.: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadapa (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar (QS An-Nisaa’ ayat 9).
Beberapa hadits yang menjadi dasar fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia antara lain: ”Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat; dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya” (HR. Muslim dari Abu Hurairah).
Syekh Wahbah al-Zuhaili dalam kitab al-Mu’amalat al-Maliyyah al-Mu’ashirah, [Dimasyq: Dar al-Fikr, 2002], h. 287) menjelaskan tentang asuransi syariah (takaful) sebagai: ”Sejumlah dana (premi) yang diberikan oleh peserta asuransi adalah tabarru’ (amal kebajikan) dari peserta kepada (melalui) perusahaan yang digunakan untuk membantu peserta yang memerlukan berdasarkan ketentuan yang telah disepakati; dan perusahaan memberikannya (kepada peserta) sebagai tabarru’ atau hibah murni tanpa imbalan”.
Akad yang dilakukan antara peserta dengan perusahaan terdiri atas akad tijarah dan/atau akad tabarru. Akad tijarah adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan komersial, sedangkan akad tabarru adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebajikan dan tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan komersial.
Dalam akad tijarah (mudharabah), perusahaan bertindak sebagai mudharib (pengelola) dan peserta bertindak sebagai shahibul mal (pemegang polis); Dalam akad tabarru’ (hibah), peserta memberikan hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah. Sedangkan perusahaan bertindak sebagai pengelola dana hibah. Akad yang dilakukan harus sesuai dengan syariah yaitu tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat.
Pembayaran premi didasarkan atas jenis akad tijarah dan jenis akad tabarru'. Penentuan besarnya premi perusahaan asuransi syariah dapat menggunakan rujukan, misalnya tabel mortalita untuk asuransi jiwa dan tabel morbidita untuk asuransi kesehatan, dengan syarat tidak memasukkan unsur riba dalam penghitungannya. Premi yang berasal dari jenis akad mudharabah dapat diinvestasikan dan hasil investasinya dibagi-hasilkan kepada peserta. Premi yang berasal dari jenis akad tabarru' dapat diinvestasikan. Klaim dibayarkan berdasarkan akad yang disepakati pada awal perjanjian. Klaim dapat berbeda dalam jumlah, sesuai dengan premi yang dibayarkan. Klaim atas akad tijarah sepenuhnya merupakan hak peserta, dan merupakan kewajiban perusahaan untuk memenuhinya.
*Penulis adalah Pegiat Ekonomi Syariah dan Penulis Buku “Islamic Banking & Finance in Indonesia: A Critical Analysis”