Peneliti Kian Cemas Dengan Mutasi Virus Corona di New York dan California

MONITORDAY.COM - Varian virus Corona mutasi teranyar di Amerika Serikat membuat para pakar dan penanggung jawab kesehatan makin khawatir. Tidak tanggung-tanggung dua varian mutasi muncul, yakni varian New York yang disebut tipe B 1.526 serta varian California yang disebut tipe B.1.429 dan B.1.427.
Dilansir dari Deutsche Welle (DW), Kamis (5/3/2021), varian mutasi Corona New York ditemukan bulan November 2020, mirip dengan varian virus Corona mutasi Afrika Selatan B 1.351. Sampai pertengahan bulan Februari lalu tercatat 12% semua sequencing sampel kasus di New York terinfeksi varian mutasi ini.
Sejauh ini belum diketahui, apakah varian New York betul-betul lebih menular dan lebih berbahaya? Juga belum diketahui, apakah virus mutasi ini menurunkan keampuhan vaksin yang sudah berizin?
Sementara varian mutasi California B.1.427 dan B.1.429 yang ditemukan Juli 2020 dari data yang dihimpun tidak menyebar secepat varian Inggris B.1.1.7. Namun memicu beban virus dua kali lipat dari varian Wuhan.
Varian mutasi California dilaporkan ditemukan pada 25% sampel sequencing gen. Juga disebutkan, ada efek mengurangi keampuhan vaksin yang saat ini sudah eksis. Walau begitu juga ada kabar baiknya, dampak keampuhan vaksin diperkirakan masih dapat diandalkan melawan varian California.
Menemukan varian mutasi virus Corona, hanya dimungkinkan jika peneliti mengetahui apa yang harus mereka lacak. Kode genetika SARS-CoV-2 sudah diketahui nyaris seluruhnya. Tapi melacak 29.903 pasangan basa pembentuk kode genetikanya bukan masalah gampang.
Mutasi baru virus corona di AS itu ditemukan lewat sebuah perangkat lunak paling anyar yang diberi nama VDB ("Variant Database"), yang dikembangkan tim Pamela Bjorkman dari California Institute of Technology di Pasadena. Tim ini mengkonsentrasikan penelitiannya pada perubahan protein pada "spikes" atau duri virus Corona.
Pada varian Afrika Selatan B.1.351 dan varian Brasil P.1 perubahan alias mutasi terjadi pada protein "Spike" yang berfungsi mengikat reseptor. Sejauh ini, antibodi manusia menyerang domain ini dengan efek netralisasi paling kuat.
Pakar epidemiologi Wafaa El-Sadr dari Columbia University kepada stasiun televisi Jerman ARD mengatakan, mutasi ini bisa memicu efek mencemaskan.
"Bisa jadi protein pada duri virus makin efektif menyerang sel. Atau virusnya makin cepat menular. Atau bisa juga antibodi yang terbentuk lewat vaksinasi, tidak lagi ampuh memerangi virusnya," ujar pakar epidemiologi itu.
Namun semua ini masih berupa spekulasi, sebelum data rinci varian virus mutasi dari Amerika Serikat itu dirilis. "Tidak ada alasan untuk panik," tandas Dave Chokshi, ketua komisi kesehatan AS.
"Apakah varian mutasi itu makin ceat menyebar? Apakah memicu gejala sakit lebih berat? Atau mereduksi keampuhan vaksin yang ada? Sejauh ini kami belum punya bukti yang meyakinkan," pungkas Chokshi.