Pakar Hukum Tata Negara UMY: Regenerasi Hal yang Lumrah Asal Ikuti Prosedur
“Artinya dinasti politik ini adalah hal yang prosedural, hal yang lumrah yang biasa terjadi, tapi kemudian orang terlalu jauh memberikan semacam penafsiran yang seolah-olah dinasti politik ini adalah sesuatu yang tabu dan haram hukumnya

Lakeybanget.com - Atmosfir jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020, begitu santer dan memanas menjadi pergunjingan banyak kalangan publik selain masalah pandemi Covid-19, terutama masalah pencalonan Gibran Rakabuming sebagai calon Wali kota Solo yang menuai polemik.
“Terkait isu Gibran menjadi mainstream di medsos, mungkin faktor Jokowi sentrisnya Gibran sebagai anak presiden, tentu mendapat porsi diruang publik tersendiri ditimbang bukan anak seorang pejabat”, demikian yang dikatakan oleh King Faisal Sulaiman seorang Pakar Hukum Tata Negara UMY dalam acara diskusi virtual yang disajikan oleh Kopi Pahit dengan tajuk “ Pencalonan Gibran, Renegerasi atau Kompetensi?”, di Jakarta, Rabu (22/7/2020) tadi siang.
Kendati demikian, kita harus obyektif dalam melihat persoalan ini. Terminologi dinasti itu sendiri adalah sisem yang ada dalam kerajaan, intinya ini ada warisan atau putra mahkota.
“Perlu diketahui, pilkada ini adalah instrumen memilih kapala daerah yang cakap dan mempunyai kapasitas untuk memimpin suatu daerah. Partai merupakan saluran utama untuk bisa menghasilkan seorang kandidat”, papar King Faisal yang Dosen Hukum ini.
King Faisal menambahkan, jika pencalonan Gibran dihubungkan dengan anak presiden merupakan hal yang lumrah, hal yang tabu dan hal biasa. Jika orang punya gen kepemimpinan tentu mengharapkan anaknya juga jadi pemimpin, itu adalah hal yang natural dan hal yang alami.
Namun persolannya adalah dia (Gibran) harus mengikuti mekanisme prosedural yang sudah diatur baik Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai (AD/ART) atau bahkan Konstitusi.
“Saya kira sudah paham, bahwa sejak tahun 2015/18 , MK sudah mengeluarkan putusan No.33 Tahun 2015, kaitannya dengan gugatan pasal 7 Undang-undang No.8 Tahun 2018 Tentang calon kepala daerah tidak boleh memiliki konflik kepentingan dengan petahana.”ungkapnya
“Artinya dinasti politik ini adalah hal yang prosedural, hal yang lumrah yang biasa terjadi, tapi kemudian orang terlalu jauh memberikan semacam penafsiran yang seolah-olah dinasti politik ini adalah sesuatu yang tabu dan haram hukumnya untuk kemudian diterapkan dalam tradisi demokrasi”, ujarnya menandaskan.
Jika dihubungkan dengan persfektif demokrasi saat ini, ,maka instrumen hukum yang ada itu tidak ada masalah. Bahkan konstitusi kita sudah memberikan jaminan, nyatanya MK sudah menegaskan. Persoalannya yang penting adalah bagaimana kita merealisasikan suatu norma, “The right man in the right place”.