Musik Tradisi dan Identitas Keindonesiaan
Beragam jenis musik mungkin sudah kamu jelajahi. Ada baiknya kamu juga faham musik tradisi untuk melacak identitas budayamu

Apa selera musikmu? Mungkin berbagai genre musik pop dan aliran musik yang mendunia lebih menarik perhatianmu. Tentu tidak salah. Apalagi di zaman now, saat kamu sudah menjadi bagian dari warga dunia yang terhubung satu sama lain.
Namun, khazanah musik tradisi layak pula kamu tengok. Mengapa? Karena ada nilai-nilai yang berharga dalam musik tradisi yang sayang untuk disia-siakan. Bahkan, kekayaan musik tradisi itu bisa menjadi kekuatan inspiratif, juga spiritual, bagi kita. Dengan mengenali musik tradisi, kita bisa mengenali diri kita sendiri sebagai warga bangsa.
Motif kita ngulik musik tradisi bukan sekedar romantisme masa lalu. Bukan sekedar ‘kewajiban moral’ sebagai generasi pengemban amanah pelestarian budaya. Lebih dari itu, musik tradisi adalah kita. Dimana kita bisa berkaca, dimana kita bisa mengidentifikasi diri, unique selling point atau nilai jual kita yang khas. Jadi kalau kita sedang berinteraksi dengan teman kita dari belahan dunia lain, kita bisa menyampaikan siapa kita lewat, salah satunya, musik tradisi yang tumbuh dalam keragaman Indonesia.
Definisi Musik Tradisional sendiri adalah lagu dan nada yang telah ditampilkan, secara adat, dalam jangka waktu yang lama (biasanya beberapa generasi). Terutama dalam bentuk lagu rakyat, country atau sejenis musik rakyat tapi juga bisa jadi karya dari komposer awal yang terkenal dan mungkin merupakan "musik pop" pada zaman mereka.
Berbagai penelitian dan dokumentasi musik di Jawa, Sumatra, Bali, Flores dan pulau-pulau lain telah dilakukan. Namun, banyak pula warisan terkait musik tradisi yang tercecer dan punah. Apalagi bila musisi dan penikmat musiknya sudah tidak ada, literasi tentang musik tradisi tertentu sangat mungkin tak bisa lagi dilacak jejaknya.
Nyanyian dan bebunyian tradisi yang berkembang di berbagai suku di Indonesia sangat lekat dengan ritual adat. Mengiringi mantra dan doa. Mengartikulasikan perasaan dan gagasan yang menyertai upacara-upacara. Rasa syukur, kebahagiaan, kebersamaan, duka, dan harapan-harapan membumbung dalam lantunan nyanyian dan nada dari beragam alat musik tradisi.
Seiring waktu, genre musik tradisi juga mendapat pengaruh dari luar Indonesia. Pengaruh yang kasat mata terlihat dalam penggunaan berbagai alat musik yang berasal dari berbagai belahan dunia. Musik dan lagu tradisional daerah Indonesia asal-muasalnya merupakan kompromi musik beat dan harmoni yang kuat dengan pengaruh kuat musik klasik India dan Melayu.
Pertemuan budaya asing dan budaya Nusantara melahirkan sintesa yang positip dalam dunia musik tradisi. Di samping bentuk musik asli yang khas, beberapa genre terpengaruh musik mancanegara seperti gambus dan qasidah dari musik Islam Timur Tengah, keroncong dari pengaruh Portugis, dan dangdut dengan pengaruh musik Hindi yang luar biasa.
Musik pop rakyat daerah Indonesia mencerminkan keragaman budaya Indonesia dan etnis Indonesia, kebanyakan menggunakan bahasa lokal dan perpaduan antara musik dan instrumen gaya barat dan regional. Ada tiga contoh genre musik tradisi yang memperlihatkan identitas kultural Indonesia, sekaligus menggambarkan proses persinggungan dan pengaruh budaya asing, yaitu Tembang SUnda Cianjuran, Gambus dan Qasidah, serta KEroncong.
Tembang Sunda Cianjuran. Musik tradisi yang cukup populer diantaranya adalah Tembang Sunda Cianjuran. Di tempat kelahirannya, Cianjur, sebenarnya nama kesenian ini adalah mamaos. Dinamakan tembang Sunda Cianjuran sejak tahun 1930-an dan dikukuhkan tahun 1962 ketika diadakan Musyawarah Tembang Sunda sa-Pasundan di Bandung. Instrumen Cianjuran adalah kacapi indung, kacapi rincik dan suling atau seruling bambu, dan rebab untuk komposisi salendro.
Liriknya biasanya dinyanyikan dalam syair bebas, namun versi yang lebih modern, panambih, adalah metrik. Lagu-lagu dalam wanda papantunan di antaranya Papatat, Rajamantri, Mupu Kembang, Randegan, Randegan Kendor, Kaleon, Manyeuseup, Balagenyat, Putri Layar, Pangapungan, Rajah, Gelang Gading, Candrawulan, dan sebagainya.
R.A.A. Kusumahningrat (Dalem Pancaniti), penguasa Cianjur (1834-1862) adalah salah seorang komposer Tembang Cianjuran yang fenomenal dan melegenda. Bupati Kusumaningrat dalam membuat lagu sering bertempat di sebuah bangunan bernama Pancaniti. Oleh karena itulah dia terkenal dengan nama Kangjeng Pancaniti.
Pada mulanya mamaos dinyanyikan oleh kaum pria. Baru pada perempat pertama abad ke-20 mamaos bisa dipelajari oleh kaum wanita. Hal ituTerbukti dengan munculnya para juru mamaos wanita, seperti Rd. Siti Sarah, Rd. Anah Ruhanah, Ibu Imong, Ibu O’oh, Ibu Resna, dan Nyi Mas Saodah.
Gambus dan Qasidah. Gambus secara harfiah berarti oud, mengacu pada jenis gitar lute atau 12-string pear-shaped, adalah musik vokal dan instrumental Islam Timur Tengah. Jadi genre musik ini sangat lekat dengan kekhasan alat musiknya.
Tradisi ini mulai tergabung di berbagai wilayah di Indonesia hingga abad ke-16. Asal mula masuknya musik dan alat musik gambus ke daerah-daerah di Indonesia, bersamaan dengan masuknya pengaruh Islam ke daerah yang bersangkutan, sehingga warna musiknya pun bernafaskan Islam dengan syair berbahasa Arab.
Gambus dibawakan secara kelompok berpasangan, dengan instrumen pengiring terdiri dari sebuah gambus, dua buah gendang dan dua buah marakas. Menurut para ahli, seperti Kurt Sachs, Hornbostel, Kunst, Farmer dan lain-lain, setelah mengadakan perbandingan-perbandingan dalam penelitian etnomusikologis meliputi wilayah Timur Tengah, India, Asia Tenggara, dan Indonesia, berpendapat bahwa instrumen gambus tersebut berasal dari Arabia.
Sementara itu Qasidah adalah kata Arab kuno untuk puisi religius disertai dengan nyanyian dan perkusi. Qasidah modern menyesuaikan ini untuk penonton pop. Ini digunakan untuk menunjukkan jenis orkestra dan musik yang dimainkannya, yang diyakini diperkenalkan oleh pemukim Muslim dari Yaman. Qasidah modern berasal dari budaya Islam, menambahkan dialek dan lirik lokal yang membahas isu kontemporer Indonesia. Meskipun populer di kalangan orang Arab di Indonesia, namun popularitasnya sedikit di tempat lain.
Keroncong . Akar keroncong berasal dari sejenis musik Portugis yang dikenal sebagai fado yang diperkenalkan oleh para pelaut dan budak kapal niaga bangsa itu sejak abad ke-16 ke Nusantara. Dari daratan India (Goa) masuklah musik ini pertama kali di Malaka dan kemudian dimainkan oleh para budak dari Maluku.
Tentu saja para pelaut Portugis membawa lagu jenis Fado, yaitu lagu rakyat Portugis bernada Arab (tangga nada minor, karena orang Moor Arab pernah menjajah Portugis/Spanyol tahun 711 - 1492. Selanjutnya pada tahun 1880 Musik Keroncong lahir, dan awal ini Musik Keroncong juga dipengaruhi lagu Hawai yang dalam tangga nada mayor, yang juga berkembang pesat di Indonesia bersamaan dengan Musik Keroncong
Legenda Keroncong Indonesia paling populer adalah Alm. Gesang. Asal muasal sebutan "Buaya Keroncong" untuk Gesang berkisar pada lagu ciptaannya, "Bengawan Solo". Bengawan Solo adalah nama sungai yang berada di wilayah Surakarta. Istilah Buaya yang menjadi ikon Bengawan Solo dilekatkan pada Sang Maestro ini.
Nama Andjar Any yang menciptakan lebih dari 2000 lagu juga menjadi legenda di cabang keroncong yang kemudian dikenal sebagai Langgam Jawa. Juga nama Waldjinah yang populer dengan lagu Jangkrik Genggongnya. Legenda lainnya adalah R. Pirngadie (Jakarta) untuk Keroncong Beat. Nama Manthous yang mempopulerkan Campursari, Koes Plus dengan Keroncong yang bernuansa Rock n Roll dan Didi Kempot juga tak bisa dilepaskan dengan perkembangan musik keroncong.
Dari 3 contoh musik tradisi ini saja kamu bisa melihat betapa kayanya Indonesia. Kita bisa menikmati musik dari berbagai belahan dunia, namun ada baiknya kita mengenali identitas keindonesiaan kita dari musik tradisi yang menjadi benang merah DNA kebangsaan kita.