Mengajak Anak Muda Memilih

Pemilih Pemula jangan apatis dan skeptis terhadap politik. Mengapa dan bagaimana mengajak anak muda ke bilik suara?

Mengajak Anak Muda Memilih
young voters (c) pinterest

 

MENGAJAK anak muda terlibat politik bukan perkara mudah. Apalagi buat pemilih pemula yang baru pertama kali terdaftar dalam DPT atau malah belum terdaftar sama sekali. Para pemilih pemula seringkali merasa  ‘nggak nyambung dengan politik’.

Para pemilih pemula juga sering skeptis dengan politik termasuk pemilu. Saat berita politisi yang ditangkap karena korupsi semakin sering mewarnai layar kaca, maka muncul anggapan mereka bahwa memilih hanyalah tindakan sia-sia.

Persepsi mereka juga menunjukkan bahwa politik tidak menyelesaikan masalah. Biaya sekolah tinggi, kesempatan kerja sedikit, fasilitas olahraga dan budaya yang minim adalah persoalan yang menjadikan anak-anak muda tak mendekati bilik suara.

<iframe width="560" height="315" src="https://www.youtube.com/embed/iw9Q-EKaIXM" frameborder="0" allow="autoplay; encrypted-media" allowfullscreen></iframe>    

Salah satu langkah awal adalah dengan penguatan pendidikan politik di sekolah. Pendidikan politik yang disampaikan dengan menarik dan lugas tanpa kesan menggurui. Bisa juga dengan diskusi dengan teman sebaya dan diskusi kelompok. Simulasi juga bisa dilakukan sebagai alternatif untuk menanamkan kesan bahwa ikut pemilu dan memberikan suara itu asyik dan keren.

Yang kedua, perkuat literasi media yang kritis terhadap kehidupan dan persoalan kemasyarakatan dan kehidupan bernegara. Anak muda harus diajak untuk memelototi data dan fakta tentang kondisi.

Yang ketiga, kembangkan sistem perwakilan yang proporsional sehingga alternatif pilihan politik anak muda lebih luas. Jangan dikunci pada calon nomor satu saja di setiap daerah pemilihan. Jangan sampai suara sisa terbuang. Banyaknya sisa suara akan bikin anak muda jadi merasa kecewa.

Yang keempat, sederhanakan pendaftaran. Dengan data kependudukan yang rapi dan valid, semestinya setiap penduduk yang sah bisa terdaftar sebagai pemilih. Kemudahan untuk bisa memilih di manapun TPS nya juga perlu diberikan. Kekurangan sura suara harus dihindari.

Yang kelima, selenggarakan Pemungutan Suara di Saat Akhir Pekan. Anak muda punya jadwal kuliah atau sekolah yang lebih penting bagi mereka daripada menuju bilik suara. Bagus juga bila hari pelaksanaan pemilu ditetapkan sebagai hari libur kalau tidak diselenggarakan saat week end.

Yang terakhir, dorong calon dengan latar belakang yang beragam.  Politik identitas tetap saja menjadi salah satu jalan untuk menarik anak muda datang memilih. Asal tidak digunakan untuk mengintimidasi dan menafikan visi dan tawaran program, maka latar belakang seorang kandidat  akan sangat mempengaruhi preferensi politik anak muda.