Marunda, Kawasan Legendaris yang Berubah Drastis
Pinggiran Jakarta paling ujung timur laut ini sudah banyak berubah dalam satu dasawarsa. Namun, masih ada situs Marunda yang menyimpan kisah legendaris Si Pitung di tempat persembunyiannya dari kejaran Kompeni Belanda.

Kalau kamu pergi ke Marunda sekarang Guys, pasti akan jauh berbeda dengan bayanganmu. Apalagi bila referensimu adalah cerita kakek atau engkongmu. Dalam hitungan dasawarsa, wajah Marunda sudah banyak berubah dibanding sebelumnya. Dan perubahan itu akan semakin cepat nampaknya.
Marunda punya segudang legenda dan mitos. Yang pertama masjid Al Alam. Masjid ini punya sejarah panjang. Kawasan Marunda yang paling terlihat berubah adalah Marunda Pulo dan marunda Kongsi. Letaknya kini berada di belakang kampus Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran dan Rusunawa Marunda. Sementara Kantor Kelurahan Marunda terletak di kawasan Lantamal dan Markas Pasukan Marinir. Kawasan yang lebih dekat atau berbatasan dengan Kelurahan Rorotan.
Situs Marunda lekat dengan legenda Si Pitung. Rumah panggung yang menjadi cagar budaya di Marunda Pulo konon menjadi tempat Tokoh Betawi anti Kompeni ini tinggal kala diburu penguasa Batavia. Sang Robin Hood Betawi ini bukan asli Marunda, namun perlawanan yang dilakukannya memaksa Pitung membangun basis perlawanannya di kampung ini.
Asal nama Marunda, ada banyak versi. Ada yang bilang berasal dari kata merendah. Itu karena penduduk atau warganya yang rendah hati. Juga ada yang percaya kata itu bermakna merundak, mengingat struktur topografinya yang berundak-undak. Dan adda juga versi yang mengatakan bahwa asal nama itu diambil dari nama sejenis pohon mangga pari atau mangifera laurina yang banyak tumbuh di kawasan ini.
Bahkan ada yang menisbahkan nama Marunda ini kependekan dari “Markas Penundaan”. Markas Pertama lasykar Fatahillah ketika hendak merebut Batavia. Hingga di tempat ini didirikan Masjid Al Alam sebagai tempat ibadah sekaligus markas komando di bawah Patih Bahurekso.
Kini Marunda, khususnya Marunda Pulo sudah banyak perubahan. Ada kampus STIP Jakarta dan Rusunawa Marunda. Para taruna pelayaran melintas dan tinggal di asrama dan daerah sekitarnya. Para penghuni rusunawa pun berdatangan dari berbagai penjuru. Nuansa keragaman budaya sangat terasa.
Interaksi antara warga yang telah lama menetap di Marunda dengan para pendatang semakin intens. Aktivitas pendidikan, usaha, dan kegiatan sosial kemasyarakatn terjadi hampir setiap saat. Marunda terlihat sangat berubah. Bagai wajah gadis yang di ‘make-over”. Tidak saja karena banyak bangunan modern kampus, sekolah, dan rumah susun. Juga perubahan pola-pola interaksi sosial.
Tentu nilai kearifan lokal yang telah lama menjadi pijakan masyarakat Marunda mengalami tantangan berat untuk dipertahankan. Pergesekan budaya, terutama di tengah masyarakat urban yang plural dan multikultural terus terjadi.
Jadi, guys. Jangan bing kalau kamu mati angin tidak tahu harus kemana piknik tipis-tipis. Naik transjakarta pun kamu bisa mencapai Marunda.