Kasus Covid-19 di Indonesia Melandai, Dokter: Harus Hati-hati dan Tidak Boleh Euforia

Kasus Covid-19 di Indonesia Melandai, Dokter: Harus Hati-hati dan Tidak Boleh Euforia
Ketua Dokter Indonesia Bersatu, dr. Eva Sri Diana/ Tangkap layar YouTube Indonesia Lawyer Club.

MONITORDAY.COM - Ketua Dokter Indonesia Bersatu, dr. Eva Sri Diana menyebutkan, polymerase chain reaction (PCR) merupakan alat diagnostik yang akurasinya lebih tinggi bila dibandingkan dengan antigen, rapid test, atau GeNose. Alat ini bisa dilakukan untuk prasyarat perjalanan.

Meski demikian, Eva pun mengingatkan untuk waspada dalam menggunakan sebuah alat tes COVID-19, sebab alat ini pun sebenarnya hanya menggambarkan kondisi saat seseorang itu diperiksa.

"Bukan menggambarkan (kondisi orang itu) ketika esok harinya atau saat dia keluar dari pemeriksaan, itu sudah tidak tergambarkan," kata Eva dalam diskusi yang dipantau redaksi dari channel YouTube Indonesia Lawyer Club, sebagaimana dikutip, Sabtu (6/11/2021). 

Lebih lanjut, dia pun menjelaskan secara detail mengenai kondisi faktual saat tes dilakukan kepada seseorang, kemudian hal-hal yang tidak bisa digambarkan dari tes tersebut terkait aktivitas orang itu setelahnya.

"Misalnya saya habis di-swab, lalu saya bertemu dengan orang COVID-19. Jadi bisa saja begitu saya naik pesawat, saya sudah sebagai penyebar virus," tutur Eva. 

Jadi, Eva pun menekankan bahwa PCR atau antigen itu merupakan alat diagnostik yang selayaknya. 

Ia juga menegaskan bahwa para dokter dan tenaga kesehatan bukanlah sales PCR atau sales vaksin.

"Semua kami lakukan untuk rakyat dan untuk kebaikan masyarakat Indonesia," ucap Eva.

Selain itu, Eva menyampaikan, fenomena ini harus selalu dibarengi dengan kewaspadaan, seiring adanya potensi kembali melonjaknya kasus penularan COVID-19 di masyarakat.

Lalu, dirinya pun mencontohkan sejumlah negara yang kembali mengalami badai COVID-19 untuk kesekian kalinya, maka dari itu kewaspadaan masyarakat dan pemerintah Indonesia dalam menjalankan protokol kesehatan juga harus terus digencarkan.

"Jadi siapapun yang berpikir bahwa kasus COVID-19 melandai, sebenarnya harus hati-hati dan tidak boleh euforia. Bisa saja ada kejadian bahwa angka ini akan naik lagi," tegas Eva.

"Kita bisa lihat di negara-negara maju seperti Inggris, India, Australia, atau Amerika, dimana akhirnya mereka harus kembali menghadapi lonjakan kasus COVID-19 yang melonjak tinggi lagi," imbuhnya.