Bendum PP Muhammadiyah Imbau Hasil Penelitian Guru Besar Cipta Karya Nyata

Penilitian Guru Besar seharusnya menciptakan karya nyata

Bendum PP Muhammadiyah Imbau Hasil Penelitian Guru Besar Cipta  Karya Nyata
Bendum PP Muhammadiyah, Prof Dr H. Suyatno M.Pd (dok: Setiadin Sektor UMBandung)

MONITORDAY.COM - Jumlah akademisi yang menyandang gelar Guru Besar cukup banyak. Namun, yang mampu memaparkan gagasan, ide, dan pengembangan keilmuannya secara tertulis dalam bentuk buku, atau karya ilmiah lainnya tampaknya masih sangat sedikit, seharusnya hasil penilitian para akademisi terlebih Guru Besar menciptakan karya nyata. 

Hal ini dikemukakan oleh Bendahara Umum PP Muhammadiyah, Prof Dr H. Suyatno M.Pd yang mewakili Ketua Umum PP Muhammadiyah, saat berikan sambutan pada Pengukuhan Guru Besar tetap yg ke 30, Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Prof. Ir. Sarjito, MT.PhD. IPM, bidang Ilmu Teknik Mesin- (FT UMS) di Surakarta, sabtu (8/2/2020)

Prof Suyatno yang juga Rektor Universitas Muhammadiyah Bandung (UMBandung) ini berikan apresiasi kepada Prof. Ir. Sarjito atas kegigihan dan semangat mencapai target guru besar ini, karena predikat Guru Besar adalah strata tertinggi di dunia kampus. Diakuinya, mencapai gelar Guru Besar memang butuh perjuangan.  

Melewati fase Guru Besar ini, kata Suyatno, tidak mudah. Seorang dosen yang ingin mencapai posisi terhormat itu mesti mengumpulkan angka kredit 850-1.000 poin. Angka kredit tersebut diperoleh dari pengabdiannya selama menjadi dosen. 

Selain itu, harus optimal dengan tiga bentuk pengabdian yang biasa disebut Tridharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Dalam fungsi pendidikan seorang guru besar tidak mengalami kesulitan, mereka dapat menjalankan perannya sebagai pengajar. 

Sementara di bidang penelitian, Suyatno akui tidak semua Guru Besar melaksanakan fungsi ini, padahal penelitian  sangat penting bagi kemajuan peradaban bangsa. Dari hasil penelitian itu diharapkan tercipta karya nyata yang bermanfaat dan membanggakan.

Ia mengutip data mantan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir pada agustus 2018 bahwa publikasi ilmiah bersertifikasi internasional yang dimiliki Indonesia adalah 16.528. Jumlah tersebut tidak terpaut jauh dari Malaysia yang berada di angka 17.211, sementara Singapura berjumlah 12.593 publikasi dan Thailand 9.595.

Lebih lanjut, ujar Suyatno,  Negara penghasil publikasi ilmiah terbanyak adalah Amerika Serikat dengan 4,3 juta dokumen. Jepang menjadi negara Asia dengan jumlah publikasi terbanyak dan menduduki urutan ketiga dunia dengan 1,2 juta dokumen.

Waketum PP ARTIPENA (Aliansi Perguruan Tinggi Anti Narkoba) ini juga menyoroti kebijakan pemerintah agar harus lebih berani mendongkrak kontribusi Indonesia dalam penelitian global. Untuk mendorong dosen giat meneliti, mereka perlu diberi kebebasan dan pengakuan atas hasil penelitiannya.

Pengakuan bukan hanya berupa penghargaan hasil penelitian, melainkan juga dalam proses penelitian. Proyek penelitian multitahun yang dikembangkan lembaga-lembaga penelitian juga perlu didukung pemerintah.

Diakhir sambutannya, Dia menghimbau agar para Guru Besar  harus berkontribusi terhadap institusinya, bahkan guru besar pun wajib berkontribusi kepada bangsa dan negaranya. Menyandang status guru besar adalah amanah sebagai putra terbaik bangsa di bidangnya. Setiap penerima gelar guru besar memiliki tanggung jawab moral, setidaknya harus lebih peka di dalam mengamati sekaligus berkontrsibusi terhadap kemajuan bangsanya.

Gelar Guru Besar bukan sekedar pencapaian angka kum 1.000, 1.100, 1.200 dan sebagainya, dan juga bukan sekedar mengoleksi beragam pencapaian unsur Tri Dharma Perguruan Tinggi, tetapi yang lebih penting ialah menerapkan asas manfaat bagi masyarakat di sekitarnya.