Buku Matematika Berusia 140 Tahun Gambarkan Indonesia Masa Kolonial

MONITORDAY.COM - Asia Tenggara merupakan daerah yang kaya akan sejarah, baik budaya maupun harta peninggalan. Tetapi bagi banyak negara di kawasan ini menjadikan kolonialisme bagian dari sejarah yang tak bisa dihindari.
Dari Belanda, Portugis, Spanyol, hingga Inggris pernah menjadi tuan kolonial di daratan Asia Tenggara, sehingga banyak nuansa budaya Asia Tenggara berbagi akar dengan mereka.
Pengguna Facebook Khir Johari menemukan buku latihan matematika abad ke-19 yang ditulis dengan gaya bahasa Indonesia khas Belanda saat itu.
Dalam kumpulan foto tersebut yang disertai penjelasan rinci tentang temuannya, Johari memberi kita kesempatan untuk mengintip sedikit kehidupan Indonesia saat dikuasai Belanda, semuanya digambarkan dalam rangkaian soal matematika tingkat dasar.
Kita tahu jika beberapa jenis pertanyaan pada soal matematika selalu disangkut pautkan dengan situasi kehidupan nyata.
Buku ini ditulis dalam bahasa Indonesia kuno bergaya Belanda berjudul “Beberapa Hitoengan”, menggunakan banyak huruf khas Belanda seperti 'oe' dan 'j', yang diucapkan ‘u’ dan 'y'.
Gambar: Khir Johari / Facebook
"Tidak, ini bukan tentang angka. Buku ini bercerita lebih banyak tentang manusia biasa, kehidupan sehari-hari orang pada titik waktu yang berbeda. Buku ini memberi kita pandangan menyeluruh tentang masyarakat, budaya, dan orang," kata Johari dalam posting Facebook-nya.
Gambar: Khir Johari / Facebook
Salah satu contohnya adalah penggunaan ‘Malajoe’ sebagai pengganti kata ‘Melayu. Meskipun ‘Malajoe’ sebenarnya diucapkan Mala-yo, seperti yang saya sebutkan sebelumnya, dalam bahasa Belanda, huruf ‘j’ dilafalkan seperti huruf ‘y.
Buku tersebut ditulis untuk didistribusikan di kota Batavia, atau sebagaimana orang Belanda menyebutnya, the Queen of the East atau yang sekarang berubah nama menjadi Jakarta.
Masalah yang menjadi fokus dalam buku ini berkisar pada keuntungan, sewa bulanan, pinjaman, cicilan, upah, dan harga eceran.
Gambar: Khir Johari / Facebook
Banyak masalah dalam buku ini yang melibatkan konsep merantau dari kampung halaman untuk mencari peruntungan yang lebih baik di tempat lain. Sejujurnya, konsep itu masih relevan hingga saat ini, karena banyak orang Asia Tenggara memilih untuk beremigrasi, bukan karena ketidaksetiaan terhadap kelompok mereka, akan tetapi lebih sebagai upaya untuk membuat hidup lebih baik bagi diri mereka sendiri dan orang yang mereka cintai.
Ada juga perbedaan yang jelas antara orang pedesaan dan orang kota, yang didalam buku itu disebut sebagai ‘orang kampoeng’, yang secara harfiah berarti orang desa.
Gambar: Khir Johari / Facebook
Selain bahasa, masalah gender juga terlihat jelas dari buku tersebut, wanita yang ditulis ‘perampoewan’ dalam naskah buku matematika itu tidak selalu diperlakukan secara adil. Salah satu soal secara terbuka menggambarkan kesenjangan upah gender antara laki-laki dan perempuan, perempuan selalu berpenghasilan paling rendah.
Kata-kata yang ditampilkan juga sudah jarang digunakan saat ini atau secara resmi sudah kuno.
Ini termasuk kata-kata seperti ‘anggoer’, yang digunakan untuk menyebut wine. Saat ini ‘anggur’ masih digunakan, tetapi hanya untuk merujuk pada buahnya sendiri yaitu anggur.
Selain itu ‘Nyiur’ dan ‘krambil’ digunakan untuk menyebut kelapa, sedangkan ‘kamedja’ digunakan untuk menyebut baju berkerah yang sekarang disebut ‘kemeja’ dalam bahasa Melayu modern. Menariknya, kata ini berasal dari bahasa Portugis ‘camisa’.
Gambar: Khir Johari / Facebook
Yang menarik lainnya terdapat pada ‘si’, yang ditempatkan sebelum nama seseorang, digunakan untuk menyebut orang yang tidak hadir dalam percakapan, seperti ‘Si Anna’ atau ‘Si Mark’, dan 'Si Roha' atau 'Si Maruli'.
Indonesia modern masih menggunakan ini, misalnya, jika seseorang bertanya, “Kemana Budi pergi?”, Mereka akan mengatakan “Si Budi kemana?”. Namun perbedaannya terletak pada penggunaan “si” yang sekarang hanya digunakan untuk percakapan yang tidak formal dan tidak dicantumkan pada buku-buku pelajaran yang baku.
Buku matematika ini memberikan wawasan yang luar biasa tentang Indonesia kuno.
Waktu telah banyak berubah sejak saat itu sampai sekarang. Tapi cukup keren untuk bisa melihat nuansa negara yang berusia berabad-abad jauh sebelum kemerdekaan. Jika sebagian orang tidak tertarik pada matematika, namun nilai historis dari buku tersebut yang pasti akan membuat kamu tertarik.
Lihat posting Facebook lengkap di sini .