Bukan Mimpi Tinggal di Smart City (Bagian 1)
Smart City adalah impian yang menjelma menjadi kebutuhan hari ini

APA yang kamu bayangkan bila kamu tinggal di Smart City? Ketersediaan Wifi dimana-mana, CCTV di setiap sudut, sensor yang membuka-tutup pintu dan menghidup-matikan lampu, layar informasi tersebar di dinding-dinding bangunan. Mungkin itulah setidaknya bayangan fisik dari ‘Kota Cerdas’ di kepalamu.
Kawasan perkotaan senantiasa berkembang seiring kebutuhan orang yang tinggal dan beraktivitas di dalamnya. Para walikota dituntut untuk memahami kebutuhan dan perubahan yang berlangsung cepat dari waktu ke waktu. Wajah kota akan selalu berubah. Dalam 5 hingga 10 tahun, perubahan itu bisa membuat kamu tercengang. Apalagi kalau kamu lama tidak mengunjungi kota itu.
Kebutuhan orang untuk cepat mendapat layanan menjadi semakin penting bagi masyarakat urban. Kamu gak mau kan kelamaan listrik padam di kantor atau rumahmu? Atau nggak bisa dapat informasi bagaimana mengurus kebutuhan administrasi tertentu?
Salah satu yang membuat kota berubah adalah teknologi informasi. Pemanfaatannya mendorong kota-kota bergegas ingin menjadi kota yang cerdas, Smart City. Kota-kota berusaha menggunakan IT dan teknologi digital untuk menyediakan informasi bagi seluruh pemangku kepentingan. Ketersediaan infrastruktur dan teknologi lainnya diikat dan terintegrasikan dalam suatu sistem informasi yang terpadu.
Kamu bisa mendapatkan informasi dengan gawai di tanganmu atau dengan menyentuh layar-layar informasi di berbagai sudut failitas publik. Saat ini di perkantoran modern, mal, dan stasiun kereta api atau terminal sudah banyak kita dapati layar-layar informasi semacam itu. Datanya akurat dan update, itulah kebutuhannya.
Smart City bisa mendorong perkembangan ekonomi, menarik bagi investor dan menyediakan sarana yang cepat dalam transaksi. Kecepataan adalah salah satu kunci dalam bisnis. Dan teknologi dapat mendukung percepatan itu. Atau lebih umum dikutip dari laman United Nation, dapat dikatakan bahwa tujuan smart city adalah untuk membentuk kota yang Sustainable (ekonomi, sosial, lingkungan).
Ada 8 aspek utama yang diidentifikasi Frost & Sullivan dari penerapan smart city, yaitu smart governance, smart infrastructure, smart technology, smart mobility, smart healthcare, smart energy, smart building, dan smart citizen.
Menurut Suhono S. Supangkat, inisiator Smart City dari ITB, sebagaimana dikutip detikfinance.com mengungkapkan bahwa pengembangan teknologi informasi dan komunikasi serta penerapan elektronifikasi merupakan aspek penting menuju penerapan konsep smart city yang nantinya diharapkan dapat memperbaiki pelayanan pemerintah kota untuk menghasilkan proses kerja yang lebih efektif dan efisien.
Penerapan Smart Governance memungkinkan adanya Pusat Kendali Kota atau semacam situation room yang memantau segala hal terkait pelayanan pemerintah terhadap warga kota. Pantauan dilakukan secara real time dengan kamera dan sensor yang ada untuk mencermati kondisi jalan, ketersediaan air, pengelolaan sampah, tingkat polusi udara, ketersediaan pasokan listrik, dan sebagainya.
Tentu saja Smart Governance ini bersifat interaktif. Warga kota dapat memberikan informasi dan keluhannya ke sistem informasi yang dibangun pemerintah. Warga dapat memantau perkembangan program kerja pemerintah dan melacak sampai mana keluhan-keluhannya terkait layanan publik ditangani.
Sharing Data menjadi salah satu kunci dalam penerapan smart city. Kamera dan sensor, misalnya, tak semuanya disediakan atau milik pemerintah kota. Sebagian juga milik warga atau swasta yang diintegrasikan dengan pusat kendali yang dimiliki pemerintah kota.
Menjadi harapan kita semua, smart city dikembangkan bukan cuma buat gaya-gayaan dan menghabiskan dana APBD. Konsep ini harus menjadi konsep yang benar-benar cerdas dan dikendalikan oleh orang-orang yang cerdas.