Fakta Seputar Mobil Berbahan Bakar Hidrogen
Hidrogen menjadi pilihan bahan bakar masa depan, Fuel Cell dikembangkan untuk aplikasi penggunaan energi ini pada mobil

LAKBAN- Fakta menunjukkan bahwa bakar bakar fosil semakin menipis ketersediannya. Mau tidak mau manusia harus mencari energi alternatif termasuk untuk kebutuhan transportasi. Mobil yang murni menggunakan energi listrik sudah diproduksi, namun lama waktu pengisian baterenya menjadi kendala.
Seiring dengan itu, mobil berbahan bakar hidrogen juga dikembangkan. Kata kuncinya adalah penggunaan fuel cell atau sel bahan bakar. Prinsip kerja fuel cell dalam mobil bertenaga hidrogen ini cukup sederhana. Hidrogen bertekanan yang telah tersimpan dalam tangki mobil akan dialirkan dan direaksikan dengan oksigen dari udara pada fuel cell.
Fuel cell akan mengubah hidrogen dan oksigen tersebut menjadi uap air dan listrik. Tidak main-main, efisiensi dari sistem fuel cell hidrogen ini bisa mencapai 80%. Hal ini berbeda dengan mobil bertenaga BBM yang memiliki efisiensi maksimum 40%.
Meskipun sumber listrik dari mobil berbahan bakar hidrogen ini berasal dari hidrogen yang diolah dengan fuel cell, tetapi mobil tersebut masih harus menggunakan baterai. Baterai pada mobil ini bukan merupakan sumber tenaga utama melainkan hanya back up energy apabila mobil membutuhkan tenaga lebih seperti pada saat berakselerasi dll. Selain itu baterai ini tidak tersambung ke fuel cell.
Uniknya, baterai ini hanya dapat dicharge melalui proses pengereman dengan menggunakan sistem regeneratif braking. Wah, enaknya. Setiap melakukan pengereman ternyata kita bisa mengisi ulang baterai.
Saat kita masih belum mampu mewujudkan impian mobil nasional dengan menggunakan teknologi konvesional, dunia sudah bergerak ke arah penggunaan teknologi konvensional. Tentu saja ini sangat untuk mengambil peran terobosan. Jika ilmu pengetahuan ada di tangan para ilmuwan dan rekayasawan kita maka impian tersebut bisa mewujud menjadi kenyataan.
Bus yang memakai teknologi fuel cell pertama kali diluncurkan pada tahun 1993 dan untuk mobil biasa di Eropa dan Amerika kini telah banyak dipakai. Sejumlah produsen mobil mewah dan produsen mobil kelas menengah juga mulai mengembangkan mobil yang memakai fuel cell ini, sejak tahun 1997.
Kebijakan para pemimpin kita juga harus ditunjukkan dalam menghadapi tantangan industri otomotif, khususnya dalam pengembangan teknologi masa depan. Karena industri otomotif berbahan bakar hidrogen juga meniscayakan kehadiran infrastruktur stasiun pengisian hidrogen yang mencukupi.
Sejak saat itu bermunculan temuan-temuan yang lebih mutakhir tentang mobil yang bertenaga fuel cell ini. Promosi yang dilakukan besar-besaran dengan mengedepankan ramah dan amannya emisi yang dihasilkan kendaraan sehingga lingkungan yang bebas polusi dan takkan mengganggu lingkungan, kemudian juga dapat diperbaruinya bahan bakar yang akhirnya mengurangi pemakaian BBM. Ditambah lagi bermunculannya tempat-tempat penjualan bahan bakar ini, seperti adanya pom-pom hidrogen.
Tak hanya itu, teknologi fuel cell yang ditemukan juga menjadi bervariasi, seperti ditemukannya fuel cell yang lebih efisien dalam menghasilkan gas hidrogen hingga jumlahnya semakin berlipat. Teknologi ini bahkan melibatkan proses fermentasi oleh mikroba yang sebelumnya sangat mustahil sekali di dalam produksi bahan bakar.
Nia Kurnianigsih, alumni Dept. Biologi ITB, menjelaskan dalam artikelnya bahwa teknologi ini berkembang sejak tahun 2.000 yang kita kenal sebagai MFC atau Microbial Fuel Cell. MFC ini selain menghasilkan hidrogen yang banyak hingga 4 kali lipat dari fuel cell biasa, substrat yang dipakai mikroba dalam berfermentasi adalah limbah rumah tangga, industri ataupun limbah pertanian yang tidak terpakai sehingga selain yang dihasilkan adalah gas hidrogen juga didapatnya produk akhir berupa air bersih yang tentu saja dapat dipakai untuk berbagai macam kebutuhan.
Dan jelas hal ini bisa mengurangi sejumlah dana yang dipakai untuk pembersihan air limbah. Walaupun memang MFC ini belum dapat dipakai di dalam menghidupkan mobil seperti fuel cell sebelumnya, sejumlah pakar peneliti merasa optimistis hal itu dapat terwujud karena penelitian ke arah itu sedang dalam pengembangan.