TNI Merasa Sulit Tangkap Sel-sel Teroris, Inilah Alasannya...
TNI hanya bisa melakukan beberapa tindakan antisipasi di sejumlah tempat yang rawan.

MONDAYREVIEW.COM- Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengungkapkan bahwa TNI merasa kesulitan untuk menangkap sel-sel teroris di Indonesia. Pasalnya, menurut Gatot belum ada payung hukum yang kuat untuk menjadi dasar penangkapan.
“Mau pakai undang-undang apa?” katanya saat ditemui awak media di Gedung DPR Senayan, Jakarta, Kemarin.
Gatot menuturkan bahwa hingga saat ini TNI hanya bisa melakukan beberapa tindakan antisipasi di sejumlah tempat yang rawan. Misalnya penutupan jalur di daerah-daerah perbatasan, seperti Maluku Utara, Tarakan, dan Miangas.
Menurutnya tindakan yang dilakukan TNI guna mengantisipasi kekhawatiran jaringan ISIS bernama Maute yang kini menguasai Marawi, Filipina Selatan, menyeberang ke Indonesia melalui wilayah-wilayah perbatasan.
"Kita tutup dengan operasi udara, laut dan kapal selam di sana dan tiap-tiap pulau tadi, diadakan penebalan (pasukan)," paparnya.
Selain itu Gatot mengajak semua pihak untuk selalu waspada terhadap gerakan-gerakan teroris di Indonesia. Ia mengingatkan ada 16 daerah di Indonesia yang menjadi pusat penyebaran sel-sel ISIS.
“Sel-sel itu masih tertidur, kita doakan semoga mereka tetap tidur selamanya biar negara ini aman dan bebas dari teror,” katanya.
Menurutnya 16 daerah itu di antaranya ada di Jawa Timur, Bima (Nusa Tenggara Barat) dan Jawa Tengah. "Sel-sel ini tidur. Tinggal kapan bangunnya. Ketika ada kejadian, misalnya bom, dia akan bangun," imbuhnya.
Lebih lanjut Gatot mengatakan bahwa pusat ISIS di Asia Tenggara berlokasi di Filipina. Menurutnya bahwa prediksi Filipina sebagai pusat gerakan ISIS di Asia Tenggara sudah pernah ia ungkapkan beberapa tahun yang lalu. Misalnya pada November 2016, Ia juga sudah mengungkapkan potensi tersebut saat berbicara di Universitas Indonesia.
"Saya sudah ingatkan tentang pusat Islamic State itu ada di Filipina Selatan. Satu setengah tahun yang lalu saya bicara," beber Gatot.
"Saya bersyukur Presiden Rodrigo Duterte menyatakan akan mengesampingkan HAM untuk melindungi rakyatnya dari teroris, 6 bulan kemudian terjadi di Marawi, yang selama ini tidak pernah terdengar," demikian Gatot.