Setara Institut Apresiasi Upaya Polri Ungkap Pelaku Kerusuhan 22 Mei
Ketua Setara Institut Hendardi mengapresiasi langkah Polri yang secara transparan bekerja untuk mengungkap pelaku kerusuhan 22 Mei.

MONITORDAY.COM - Ketua Setara Institut Hendardi mengapresiasi langkah Polri yang secara transparan bekerja untuk mengungkap pelaku kerusuhan 22 Mei.
Ia mengatakan, langkah polri ini patut dilakukan sebagai upaya pembelajaran bagi masyarakat terkait kedewasaan berdemokrasi, agar tidak menggunakan cara-cara kekerasan dalam mengungkapkan pendapat.
"Pengungkapan aktor-aktor kerusuhan 21-22 Mei 2019 oleh Mabes Polri merupakan salah satu bentuk upaya transparansi Polri dalam penanganan peristiwa hukum guna meningkatkan akuntabilitas penyidikan terhadap tersangka," ujarnya Hendardi, dalam keterangan tertulis, Kamis (13/5).
Menurut dia, meskipun keterangan yang diberikan polisi tersebut diragukan oleh beberapa pihak, pemaparan publik oleh Polri telah memberikan pembelajaran berharga bagi masyarakat.
"Pelajaran tentang arti penting demokrasi, kebebasan berpendapat, dan nafsu politik para avonturir politik serta conflict entrepreneur yang beroperasi di tengah kekecewaan sebagian publik dan kerumunan massa," tuturnya.
Meski begitu, Hendardi mengatakan, pengungkapan yang dilakukan oleh Mabes Polri di bawah koordinasi Tim Irwasum Polri, diilainya kurang ideal untuk memperkuat independensi dibanding misalnya dengan membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF).
"Tetapi pembentukan TGPF biasanya didasari oleh tidak bekerjanya ordinary institution yang diberi mandat oleh Konstitusi dan peraturan perundang-undangan. Sepanjang institusi existing sudah bekerja, maka pembentukan TGPF pun menjadi tidak relevan," ujarnya.
Terkiat upaya hukum yang dilakukan Polri menjerat sejumlah purnawirawan TNI dan Polri, menurut Hendardi sudah sepatutnya harus dipandang sebagai proses hukum biasa yang tidak perlu dikaitkan dengan korps atau semangat jiwa korsa para purnawirawan.
Menurut dia, dalam konteks Pemilu, jiwa korsa hanya dibenarkan untuk membela demokrasi konstitusional yang tunduk pada supremasi sipil melalui Pemilu.
"Bukan pertunjukan anarki yang mengorbankan jiwa-jiwa yang buta politik, sebagaimana terjadi pada 21-22 Mei lalu," ujarnya.