Pakar Hukum Tata Negara ini Prediksi 99,9 Persen Gugatan Tim Prabowo Akan ditolak MK

Pakar Hukum tata negara Refly Harun memprediksi gugatan tim Prabowo-Sandi dalam sidang perselisihan suara pemilihan umum (PHPU) hampir seluruhnya akan ditolak Mahkamah Konstitusi (MK).

Pakar Hukum Tata Negara ini Prediksi 99,9 Persen Gugatan Tim Prabowo Akan ditolak MK
Foto: Istimewa

MONITORDAY.COM - Pakar Hukum tata negara Refly Harun memprediksi gugatan tim Prabowo-Sandi dalam sidang perselisihan suara pemilihan umum (PHPU) hampir seluruhnya akan ditolak Mahkamah Konstitusi (MK). 

Hal ini berdasarkan pada kemungkinan bukti yang diajukan oleh tim Paslon 02 itu tidak cukup kuat dan signifikan.

"Saya bisa mengatakan 99,99 persen permohonan itu akan ditolak," ujar Refly, dalam sebuah diskusi di Jakarta Pusat, Kamis (13/5). 

Menurut Refly, metode yang dipakai oleh MK dalam PHPU, yaitu Kualitatif dan Kuantitatif akan membuat gugatan tim Prabowo-Sandi kemungkinan kecil akan diterima.

Refly mengatakan, dalam paradigma kuantitatif, MK akan menilai, memeriksa dan memutuskan soal selisih suara hasil pemilu yang disampaikan pemohon dan termohon (KPU). 

"Dalam konteks ini, yang ditekankan adalah soal hitungan-hitungan perolehan suara versi Prabowo-Sandi dan versi KPU," ujarnya. 

Menurut Refly, tim Prabowo-Sandi tidak akan cukup waktu untuk mengumpulkan bukti yang valid seperti yang dipunyai oleh KPU.

"Saya tidak yakin. Paling gampang kan formulir C1 dan C1 plano. Dan itulah yang akan dihitung ulang," ucapnya.

Apalagi, lanjut dia, dalam waktu 14 hari yang telah ditentukan, tidak akan cukup waktu untuk hanya memeriksa keaslian dokumen yang diajukan. 

Selain itu, Refly juga memprediksi bahwa tim Prabowo-Sandi juga akan kalah jika MK menggunakan paradigma Kualitatif dalam menangani soal pelanggaran terstruktur, masif dan sistematis (TSM). 

Menurut dia, Prabowo-Sandi akan kesulitan membuktikan pelanggaran TSM. Pasalnya, pelanggaran tersebut harus melibatkan struktur kekuasaan, dilakukan dengan pola yang sistematis dan masif terjadi di Indonesia.

Apalagi, lanjut dia, pelanggaran masif sangat relatif, dan sulit dibuktikan.

"Apakah masif itu harus memenuhi kriteria seluruh Republik Indonesia ini, ataukah satu provinsi bisa dikatakan cukup masif? Kemudian, apakah masif ini mempengaruhi perolehan suarasuara," ujarnya.

Meski begitu, Refly mengatakan, Prabowo-Sandi masih mempunyai harapan jika MK menggunakan paradigma pemilu yang jujur dan adil atau pemilu konstitusional.

Menurut dia, dalam paradigma jurdil ini, MK harus berani dan buat kriteria hal-hal apa saja yang dianggap pemilu itu bisa berdampak tidak konstitusional. 

"Apakah itu money politics (politik uang), pengerahan ASN, apakah itu penggunaan dana-dana haram misalnya, apakah itu macam-macam dan sebagainya," tandas Refly.