KPK Harus Diperkuat, Bukan Dilemahkan
Presiden harus segera meminta partai pendukungnya yang menduduki mayoritas kursi di DPR untuk mengedepankan peningkatan jumlah penyidik KPK.

MONDAYREVIEW.COM- Pansus hak angket untuk KPK dinilai kurang tepat dilakukan oleh DPR. Pasalnya tindakan korupsi di Indonesia semakin semarak dilakukan. Demikian disampaikan oleh Wasekjend Partai Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin di Jakarta, Rabu (14/6).
Dengan alasan tersebut, maka Fraksi Partai Demokrat tetap konsisten untuk tidak mengirimkan anggota dalam Pansus Angket KPK. Didi malah menarankan agar DPR lebih memikirkan bagaimana KPK senantiasa tetap kuat dalam memerangi korupsi. “Saya mensinyalir Pansus ini malah akan mengganggu proses penegakan hukum yang saat ini sedang ditegakkan KPK,” ujarnya.
Menurut Didi, Presiden harus segera meminta partai pendukungnya yang menduduki mayoritas kursi di DPR untuk mengedepankan peningkatan jumlah penyidik KPK. "Ketimbang Pansus Hak Angket yang dicurigai dapat mengganggu penegakan hukum terhadap korupsi yang masih marak terjadi di negeri ini," ujarnya.
Hal senada disampaikan Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Almas Sjafrina. Almas mengatakan bahwa hak angket untuk KPK merupakan upaya pelemahan KPK.
Almas mengungkapkan bahwa mayoritas panitia hak angket merupakan pendukung revisi UU KPK dan disebut dalam kasus korupsi e-KTP. "Patut dicurigai penyelidikan DPR terhadap KPK melalui penggunaan hak angket lebih ditujukan mengintervensi penanganan kasus e- KTP dan untuk pelemahan KPK akibat ditundanya upaya DPR untuk merevisi UU KPK," kata Almas di Kantor ICW, Minggu (11/6).
Lebih lanjut ia menjelaskan ada ada sebanyak 15 nama yang dicatat oleh ICW yang menyetujui dan mendukung revisi UU KPK. Bahkan ada beberapa nama di dalam panitia angket yang disebut-sebut dalam kasus mega korupsi e-KTP.
Nama-nama yang disebut ICW yaitu Risa Mariska, Arteria Dahlan, Junimart Girsang, Dossy Iskandar, Desmond Mahesa (juga disebut di sidang kasus e-KTP), Supratman Andi Agtas, Mulfachri Harahap, Bambang Soesatyo, Adies Kadir, Mukhamad Misbakhun, John Kenedy Aziz, Taufiqulhadi, Ahmad M Ali. Ada juga Agun Gunanjar yang disebut di sidang kasus e-KTP.
"Kalau dilihat orang yang yang tergabung di dalam panitia hak angket. ICW melihat ada konflik kepentingan yang sangat kuat terkait kerja-kerja yang sudah dilakukan KPK khususnya kasus e-KTP,"jelasnya.