Islam dan Kristen di Palu Siap Lawan Kelompok Anti Toleransi
"Kita sama-sama beragama, kita memiliki tanggung jawab yang sama terhadap bangsa ini yaitu merawat dan menjaganya,".

MONDAYREVIEW.COM- Islam dan Kristen harus bergandengan tangan membangun kekuatan untuk melawan kelompok yang anti terhadap toleransi.
Demikian disampaikan oleh Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Palu, Sulawesi Tengah Prof. Zainal Abidin saat menyampaikan materi tentang 'radikalisme atas nama agama' pada temu dan dialog pimpinan gereja yang dilaksanakan oleh Kementerian Agama Sulawesi Tengah, Kamis (8/6).
Pada kesempatan tersebut dia mengajak 50 pimpinan gereja se-provinsi Sulawesi Tengah untuk melawan gerakan dan aksi intoleransi dari kelompok-kelompok tertentu.
"Kita sama-sama beragama, kita memiliki tanggung jawab yang sama terhadap bangsa ini yaitu merawat dan menjaganya," katanya seperti dilansir Republika.co.id.
Di hadapan para pendeta dan majelis gereja, dia mengingatkan bahwa Islam dan Kristen harus adalah agama yang mengajarkan cinta dan kasih. Sehingga semangat toleransi antara agama harus senantiasa terbangun kokoh dan utuh.
Lebih lanjut ia mengajak agar tokoh-tokoh dari dua agama ini harus mampu memberikan pemahaman kepada pemeluk jamaahnya masing-masing di rumah ibadah.
"Tugas kita sama, yaitu memberikan pemahaman kepada masyarakat lewat jamaah rumah ibadah dalam setiap kesempatan," kata Pakar Pemikiran Islam Modern itu.
Selain itu ia pun mengajak kepada pendeta dan majelis gereja untuk berperan menangkal gerakan anti Pancasila dari kelompok tertentu.
"Kita Indonesia, Kita Pancasila, kita memiliki tanggung jawab untuk menjalankan amanah pendiri bangsa serta mempertahankan cita-cita pendiri bangsa," tegas Rektor IAIN Palu ini.
Perlu diketahui pada acara temu dan dialog pimpinan gereja se-provinsi ini Bimas Kristen Kanwil Kemenag Sulteng menghadirkan 50 pendeta dan majelis gereja. Pendeta dan majelis gereja berasal dari Bala Keselamatan, Gereja Pantekosta, Gereja Protestan, Gereja Advent dan Gereja Khatolik se- Sulawesi Tengah.