Ini Pendapat Para Pakar tentang Kasus Habib Rizieq
Para ahli seperti pakar telematika dan pakar hukum pidana angkat bicara.

MONDAYREVIEW.COM – Kasus yang menerpa Habib Rizieq Shihab terus menjadi polemik. Silang pendapat terlihat di ruang publik. Perkara kasus Habib Rizieq bagi warga net diwarnai dengan berbagai opini dan analisa.
Dalam acara Indonesia Lawyers Club bertajuk ‘Membidik Habib Rizieq’ di TV One pada Selasa malam (6/6), opini dari berbagai ahli seperti pakar telematika dan pakar hukum pidana memberikan landasan ilmiah mengenai kasus ini. Ada pun pihak Kepolisian di acara yang dipandu Karni Ilyas tersebut diwakili oleh Argo Yuwono (Kabid Humas Polda). Menurut Argo Yuwono pihak Kepolisian telah bekerja sesuai dengan SOP dan profesional.
Sedangkan menurut pengacara Habib Rizieq yakni Eggi Sudjana memandang perlakuan pihak Kepolisian tidak adil jika dibandingkan dengan kasus Ahok. Eggi diantaranya memandang perlu ada gelar perkara khusus untuk mengungkap kasus ini secara benderang.
“Kenapa Habib Rizieq diperlakukan tidak adil?” tanya Eggi yang ditunjukkan kepada wakil dari pihak Kepolisian, Argo Yuwono.
Ada pun para pakar Hukum Pidana mempertanyakan mengenai alat-alat bukti serta ranah privat. Munculnya alat-alat bukti ini sendiri ditengarai bisa jadi dari hasil penyadapan. Padahal belajar dari kasus “Papa Minta Saham” yang menerpa Setya Novanto, alat bukti dari hasil penyadapan tidak dapat digunakan. Jika pun benar itu adalah chat antara Habib Rizieq dan Firza, maka itu dianggap merupakan ranah pribadi antar keduanya.
“Secara hukum alat-alat bukti tersebut harus didapat secara legal,” ujar Effendy Saragih.
“Ini ranah pribadi bukan? Karena tindak pidana tidak masuk ke ranah pribadi,” analisa Akhiar Salmi.
Sementara itu pakar telematika memiliki pendapat bahwa ada teknik mengelabui dengan menggunakan perangkat buatan Israel. Sehingga bisa jadi chat yang ada yakni asli tapi palsu. Asli dalam artian “benar” ada chat yang dilakukan. Palsu dikarenakan sesungguhnya yang melakukan chat, bukan Habib Rizieq, melainkan identitas yang mengatasnamakan pimpinan FPI tersebut.
“Barang bukti asli, tapi palsu,” ujar Hermansyah, pakar Telematika.